Oleh: M. Izzuddin Rifqi
Karakter memimpin atau kepemimpinan adalah salah satu karakter yang selalu dibutuhkan dalam segala lini kehidupan. Sekali waktu Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda; “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka”.
Sabda dari Rasulullah tersebut telah menegaskan bahwa setiap dari kita adalah pemimpin, setidaknya untuk diri kita sendiri. Setiap waktu kita dituntut untuk mampu memimpin (mengendalikan) nafsu dan ego kita dari hal-hal yang merugikan, baik itu merugikan agama ataupun sosial. Melalui amanah kepemimpinan tersebut, kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah kita pimpin atau kita kendalikan.
Jika ditinjau lebih jauh, kata kepemimpinan dalam bahasa Inggris “leadership” secara umum diartikan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia karena mempunyai kepentingan yang sama. Shalahuddin dalam artikelnya berjudul “Karakteristik Kepemimpinan Transformasional” menyebutkan ada sekitar 3000 lebih penulisan dan definisi kepemimpinan yang telah diciptakan manusia. Hal tersebut menunjukan betapa tingginya tingkat relevansi makna dan fungsi kepemimpinan dalam kehidupan.
Dalam disiplin ilmu manajemen ada tiga model kepemimpinan; pertama, kepemimpinan kharismatik. Kedua, kepemimpinan transaksional. Ketiga, kepemimpinan transformasional. Untuk karakteristik kepemimpinan transformasional, Letti dalam artikelnya berjudul “Hubungan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Balai Pendidikan dan Pelatihan Pupr Wilayah IV Bandung” menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional berfokus pada hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin memotivasi dan menginspirasi orang dengan membantu anggota memahami potensinya untuk kemudian ditransformasikan menjadi perilaku nyata dalam rangka penyelesaian tugas pokok dan fungsi dalam kebersamaan. Pemimpin transformasional biasanya memiliki etika yang tinggi dan standar moral.
Lebih jauh lagi, Bernard M. Bass dalam bukunya yang berjudul Leadership and Performance Beyond Expectations memaparkan ada empat komponen dalam kepemimpinan transformasional; Pertama, Inspirational Motivation, mereka yang mampu mengartikulasikan visi mereka kepada anggota tim. Kedua, Intellectual Stimulation, mereka yang tidak hanya menantang status quo; namun juga dapat mendorong kreativitas di kalangan anggota tim. Ketiga, Individualized Consideration, mereka yang melibatkan, menawarkan dukungan dan dorongan kepada masing-masing individu dalam tim. Keempat, Idealized Influence, mereka yang berfungsi sebagai panutan bagi pengikutnya. Mereka tidak hanya memimpin tapi mereka juga memberikan contoh nyata.
Mendaras Idiom ‘Cah Angon’ dalam Tembang Lir-Ilir
Perihal kepemimpinan, sejak lima abad lalu, tepatnya sekitar tahun 1470 Masehi, Raden Syahid atau biasa dikenal Sunan Kalijaga telah menawarkan konsep kepemimpinan melalui tembang ‘Lir-ilir’. Dalam bait-bait tembang tersebut, secara implisit Sunan Kalijaga menanamkan nilai-nIlai kepemimpinan yang ideal. Selain itu, Sunan Kalijaga menyakini, melalui tembang Lir-ilir ia dapat mengajak dan merangkul masyarakat untuk memeluk agama Islam yang ia bawa.
Lir ilir, lir ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane Mumpung jembar kalangane
Yo surako Surak iyo
Bangkitlah, bangkitlah
Pohon sudah mulai bersemi
Bagaikan warna hijau yang menyejukkan
Bagaikan sepasang pengantin baru
Wahai anak gembala, wahai anak gembala tolong panjatkan pohon blimbing itu
Walaupun licin (susah) tetaplah memanjatnya untuk mencuci pakaian yang kotor itu
Pakaian, pakaianmu telah rusak dan robek
Jahitlah! Perbaikilah! Untuk bekalan nanti sore
Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luang dan lapang
Berserahlah dengan rasa syukur
Dari terjemahan tembang tersebut sekilas kita bisa memahami bahwa maksud dari tembang tersebut adalah sebuah pesan atau pelajaran tentang perjuangan dan usaha untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik. Tentu saja, Raden Syahid (Sunan Kalijaga) memilih frasa “Cah Angon” dalam tembang tersebut bukan tanpa alasan. Ada pesan implisit yang ingin Sunan Kalijaga sampaikan pada frasa “Cah Angon” yang mana dalam tembang tersebut menjadi subjek atas kerja ‘memanjat pohon blimbing’, ‘mencuci pakaian’ dan ‘menjahit pakaian’.
Dalam bahasa Jawa, cah angon adalah gabungan dari dua kata “bocah” yang memiliki arti anak atau seorang, dan “angon” yang memiliki arti menggembala atau merawat. Singkatnya, idiom “Cah Angon” memiliki arti seseorang yang menggembala atau seseorang yang merawat. Lebih jauh lagi, Emha Ainun Nadjib (Mbah Nun) menafsirkan idiom “Cah Angon” jauh lebih dalam. Menurut Mbah Nun; Cah Angon adalah seorang pemimpin nasional bukan tokoh golongan atau pemuka suatu gerombolan. Cah Angon adalah seorang yang memiliki daya angon atau daya menggembalakan dan sanggup untuk merangkul semua pihak.
Selain itu Mbah Nun menafsirkan bahwa Cah Angon adalah seorang yang memiliki karakter untuk memesrai siapa saja termasuk saudara sesama bangsa. Determinasi yang menciptakan garis resultan kedamaian bersama. Cah Angon adalah seorang yang memancarkan kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh semua warna, semua golongan dan semua kecenderungan. Tentu saja, tafsir Mbah Nun mengenai idiom “Cah Angon” tersebut bisa dimaknai sebagai seorang jenderal, ulama, intelektual, seniman atau sastrawan. Yang terpenting dari kesemuanya harus memiliki karakter daya angon (menggembalakan).
Melalui tafsir Mbah Nun tersebut kita bisa menyimpulkan; bahwa pesan implisit Sunan Kalijaga dalam idiom tersebut telah selaras dengan poin-poin yang dipaparkan oleh Bernard M. Bass perihal model kepemimpinan transformasional. Poin-poin tersebut adalah mampu menciptakan garis resultan kedamaian bersama (Inspirational Motivation), memancarkan kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh semua warna, semua golongan dan semua kecenderungan (Intellectual Stimulation), memiliki karakter untuk memesrai siapa saja termasuk saudara sesama bangsa (Individualized Consideration), dan sanggup untuk merangkul semua pihak (Idealized Influence).
*Penulis lepas di beberapa media online seperti Maarif NU Jateng, Terminal Mojok, Times Indonesia, Rahma.id, Qureta hingga Kumparan