Makna Postmodernisme
Postmodernisme pertama kali muncul di perancis pada sekitar tahun 1970 an, Post dalam postmodern tidak dimasukan sebagai sebuah periode dan waktu, tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Postmodern ini merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segalanya hal modern. Konsep postmodern ini merupakan sebuah kritik atas realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahanya. Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada dunia modern. Postmodernisme berasal dari bahasa inggris yang artinya faham (isme), yang berkembang setelah (post) modern. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1930 pada bidang seni oleh Frederico de Onis untuk menunjukan reaksi dari modernisme.
Postmodernisme umumnya diartikan oleh sikap skeptitisme , ironi atau penolakan terhadap apa yang digambarkan sebagai narasi besar dan ideology yang terkait dengan modernisme, sering mengkritik rasionalitas pencerahan dan focus kepada peran ideology dalam mempertahankan kekuatan politik atau ekonomi. Pemikir postmodernisme sering menggambarkan klaim pengetahuan atau system pengetahuan dan nilai sebagai kontigen atau terkondisi secara sosial, membingkainya sebagai produk dari wacana dan hierarki politik,sejarah, atau budaya. Sasaran umum kritik postmodernisme mencakup gagasan universalis tentang realitas objektif, moralitas, kebenaran sifat manusia akal, sains, dan kemajuan sosial. Dengan demikian , pemikiran postmodernisme secara luas dicirikan oleh kecenderungan kesadaran diri, referensi diri, relativisme, epistimologis dan moral, pluralisme dan ketidak sopanan.
Peran dalam dunia Pendidikan
Permasalahan pendidikan dalam menggeluti dunia postmodernism adalah bahwasanya tugas dan peran pendidikan dalam era postmodernism yang bersifat antipasti , preventif-protektif, dan rehabilitasi dalam masalah-masalah kompleks yang timbul dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, misalnya pola individualis, hedonitis, konsumeritis, pesimis (serba boleh) dan bahkan chauvinitis (menghalalkan cara untuk mencapai suatu tujuan). Dibidang sosial masyarakat bermunculan masalah yang bersifat krusial dilematis seperti semakin berkembangnya jurang pemisah yang semakin dalam antara yang kaya dengan yang miskin, antara kaum terdidik dan yang terbelakang, yang bekerja secara professional dengan kemampuan SDM yang tinggi dengan kelompok kerja, namun masih amatiran dan bahkan dalam jumlah yang besar masih berada dalam taraf pengangguran (uneyployment).
Dalam hal ini, tugas dan peranan pendidikan adalah amatlah sulit dan kompleks. Walaupun demikian, langkah-langkah tersebut harus ditunaikan dengan secara maksimal. Pada suatu sisi suatu pendidikan harus mampu mempersiapkan sumber daya manusia seperti yang dikriteriakan seperti diatas, yakni memiliki kualifikasi, berwawasan luas dan professional dibidangnya msing-masing. Namun pada sisi lain, pendidikan juga harus mampu membenahi diri secara internal (dalam). Misalnya institusi kelembagaan, manajemen modern, kompetensi dan sebagainya.
Hal tersebut diatas, merupakan harapan-harapan yang ingin dicapai dengan pendidikan menghadapi civil society terhadap sebuah gambaran masyarakat yang memiliki tingkat peradaban dan kemajuan yang amat-amat maju disegala bidang. Pada saat demikian itu pula, maka pendidikan berada dalam posisi terdepan yang amat strategis, yakni memberikan sumbangsih pendidikan yang bermuatan dan bernuansa etik, moral, mental spiritualitis keagamaan bagi bangsa kita.
Dalam bidang filsafat, istilah postmodernisme sering digunakan dengan acuan yang sangat beragam. Walaupun buku Lyotard menjadi acuan kunci postmodernisme, orang pun sering menghubungkan istilah tersebut dengan teori deskontruksi Jaqques Derrida atau dengan poststrukturalisme Roland Betters dan Michael Foucault. Ada pula yang menghubungkannya dengan hermeunetika Gandener atau Paul Ricour. Terkadang dengan teori semiotika Ferdinand de Sausure yang dipopulerkan oleh umberto eco, juga dianggap sebagai paradigm yang menjanjikan. Dengan kata lain, postmodernisme adalah sebuah gerakan global atas renaisme, pencerahan atas pencerahan, mengapa demikian? Karena postmodernsime sangat gigih dalam melakukan kritikan dan gugatan dalam menghadap modernisme yang sangat mendewasakn rasio dalam ilmu pengetahuan yang diyakini akan membawa dan manusia memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dalam kehidupannya. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, yakni manusia bukan lagi sebagai subjek dan pelaku untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Amat tragis dan ironis manusia modernis, postmodernisme selaku sebuah fase sejarah ingin secara tuntas mengantisipasi dan membebaskan manusia dari segala bentuk cengkraman zaman yang tak mnyenangkan inkslusif dalam perbudakan rasionalitas, bendawi dan lain-lain.
Teori-teori pandangan para pemikir yang berkaitan erat dengan postmodernisme seperti yang dikemukakan sebelumnya adalah deskontruksi, post-strukturalisme, hermeunitia, semiotika, perspektif holism dan kebangkitan spiritual dan etis.
Dalam buku posmodernisme milik bambang sugiharto mencatat bahwa pada satu sisi, postmodernisme seringkali dipandang dengan cara yang sisni (sugiarto:1996:16). Ia dianggap sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan kosong, atau hanya sekedar refleksi yang bersifat reaksioner atas sebagai perubahan sosial budaya yang sedang berlangsung. Bahkan dalam kamus The Modern Day Dictionary of Received Ideals dijelaskan bahwa postmodernisme adalah sebuah kata yang sama sekali tidak memiliki arti.
Namun pada sisi lain yang diametric, postmodernisme malah mampu memikat perhatian masyarakat luas bahkan sampai keluar dunia akademis. Kenyataan ini menunjukan betapa postmodernisme dianggap memiliki kemampuan untuk mengatasi atau papling tidak menjadi solusi alternative atas berbagai kritis dan perubahan sosial budaya termasuk dalam bidang pendidikan tentunya.
Terlepas dari suka atau tidak, sadar atau tidak, kita akan memasuki era pemikiran spektakuler yang telah merasuk dalam sendi-sendi manusia dibidang sosial, ekonomi,budaya,politik dan lain-lain, sebagai dampak dan pengaruh globalisasi. Sebagaimana halnya dengan globalisasi tersebut, arus pemikiran postmodernisme juga sekaligus membawa sisi-sisi positif dan negatifnya. Masalahnya sekarang adalah apakah umat beragama juga akan tenggelam dalam arus negatifnya, menjadi korban, ataukah sebaliknya akan menjadi pengendali dan pengambilan manfaat yang sebesar-besarnya.
Peran dan tugas pendidikan dalam era postmodernisme bersofat antipasti, prefentif-protektif, dan rehabilitasi terhadap masalah-masalah yang kompleks yang timbul dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, misalnya: pola budaya individualistis, hedonitis, konsumeritis, permissive (serba boleh) dan bahkan chauvitinitis.
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah, bahwa pendidikan merupakan salah satu factor yang dominan dan bahkan yang terdepan dalam rangka proses pembangunan suatu bangsa. Menjadi kunci utama atau titik perhatian utama bagi setiap komponen masyarakat yang berkomponen terhadap pendidikan tersebut. Untuk lebih proaktif melakukan langkah-langkah dan upaya strategis pendidikan dimasa depan, baik melalui jalan formal, non formal , maupun informal.
Pandangan Pokok Postmodernisme
Banyak pemikiran atau pandangan yang telah diungkap oleh para postmodernis yang berkaitan dengan banyak permasalahan. Namun dalam kesempatan ini hanya beberapa diantaranya saja yang akan diungkap. Yakni yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Beberapa pandangan dimaksud adalah realitas (reality), perubahan dan perbedaan (change and difference), metafisika (methaphysics), diri (the self), penilitian (inquiry), dan bentuk-bentuk ilmu pengetahuan (forms of scholarship).
Realitas (reality)
Menurut (Grenz, 1996:69) cara pandang modern beranggapan bahwa realitas terstruktur dan rasio manusia dapat mengetahui struktur hukum-hukum alam. Postmodernisme menolak pola pemikiran yang demikian. Postmodernisme telah melenyapkan konsep tentang dunia objektif ini adalah hasil penolakan para postmodernis terhadap pandangan realis dan mengadopsi pandangan non-realis.
Dalam pandangan para postmodernis, realitas bersifat lebih kompleks daripada apa yang diimajinasikan oleh manusia. Oleh karenanya, realitas merupakan bagian dari kreasi manusia. Manusia membentuk realitas sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, prasangka dan tradisi budaya yang dimilikinya. Meskipun demikian, realitas bukan sama sekali hanya hasil dari konstruksi manusia. Sebagai contoh, pengetahuan adalah hasil interaksi antara ide manusia tentang dunia dan pengalamannya mengenai dunia. Tentu saja, semua pengalaman dipengaruhi oleh berbagai konsep yang dimiliki manusia. Manusia melihat segala sesuatu melalui lensa budaya. Namun pengaruh ini tidak dapat dikontrol karena realitas memaksa manusia untuk meodifikasi idenya. Manusia berpikir dunia adalah datar, misalnya, namun manusia pada akhirnya harusnya mengubah pikirannya tersebut.
Perubahan dan perbedaan (change and difference)
Sebagai kelanjutan dari cara pandang terhadap realitas yang dianggap sebagai bagian dari kebudayaan maka relitas pun mengalami perubahan sesuai dengan aktu sebagian mana yang terjadi pada kebudayaan. Perubahan yang terjadi tentu saya akan berbeda, antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Para postmodernis tidak lagi menerima keabsahan cita-cita sebuah dunia tunggal yang integral. Mereka lebih menghargai perbedaan daripada keseragaman, lebih menghormati hal-hal yang bersifat local dan particular daripada yang universal. Bagi para postmodernis pengetahuan tidak bersifat eternal dan universal (Grenz, 1996:81). Ada kepentingan-kepentingan abadi dan kerangka-kerangka kerja tentative yang mengarah suatu kontinuitas. Sementara itu ada pula beberapa komunalitas dari suatu kebudayaan lainnya.
Konteks Postmodernisme
Tentang perspektif holisme, dalam konteks postmodernisme adalah bahwa tak dapat dipungkiri bahwa bila manapun keberadaan dan dampak postmodernisme telah meluas dalam berbagai bidang kehidupan umat manusia. Memang pada awalnya postmodernisme hanya berkesan dan berpengaruh arsitektur namun dalam tahap-tahap perkembangan berikutnya secara cepat mempengaruhi berbagai aspek dan disiplin ilmu serta dimensi kehidupan manusia seperti bidang-bidang sosial, ekonomi, budaya, antropologi, psikologi, iptek, hukum, komunikasi, ideology, politik, agama dan sebagainya. Sehingga dengan demikian multi ragam pendekatan dan cara pandang terhadap trend pemikiran tersebut memiliki kemampuan daya jangkau yang solid dan menyeluruh, yakni perspektif holisme yang merupakan cara pendekatan terhadap suatu masalah, gejala atau suatu masyarakat dengan memandang gejala masalah atau masyarakat itu sebagai suatu kesatuan organis.
Relativisme
Sebagai unsur dan ciri asas kedua drai aliran pemikiran postmodernisme adalam relativisme yang mengandung makna bahwa pengetahuan itu dibatasi, oleh akal budi yang serba terbatas maupun oleh cara mengetahui yang serba terbatas. Relativisme merupakan implikasi dari penolakan postmodernisme terhadap absolutism ilmu pengetahuan modern yang beranggapan bahwa segala hal sesuatunya melalui penggunaan rasionalitas manusia secara optimal, oleh karena itu, akal budi manusia menjadi pusat atau sentrum dari keseluruhan aktivitas dari orientasi yang diprogramkannya. Dalam konteks tersebut postmodernisme tampil menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang konstan dan stabil, karena stabilitas bermakna statis dan mandeg. Kebenaran terpecah menjadi majemuk karena selalu berada dalam ruang waktu dan konteks yang berpengaruh terhadap kebenaran itu. Pemikiran yang relevan dalam hal ini adalah fenomenologi transdental dari Husserl yang menyatakan bahwa “to exist does not mean the thing every region”.
Dengan demikian, kebenaran selalu berada dalam wilayah tertentu. Atau, menurut Lyotard, pengetahuan manusia terlokasikan sehingga kemajemukan bukan saja disebabkan oleh wilayah atau kawasan tetapi juga oleh pecahnya akal dan subjek manusia.
Pluralisme
Merupakan ciri dan unsur mendasar yang ketiga dari postmodernisme adalah pluralisme. Pluralisme secara leksikal berarti hal yang mengatakan jamak atau tidak satu. Dalam sebuah contoh dapat diungkapkan, bahwa saat ini merupakan era pluralisme agama, era pluralisme teknologi dan sebagainya. Dibalik ungkapan itu terkandung maksud bahwasanya amat sulit untuk mempertahankan. “paradigm tunggal” dalam diskursus apapun. Semuanya serba beraneka ragam, semuanya serba perlu difahami dan didekati dengan berbagai ragam pendekatan.
Ilmu Tidak Netral
Kecenderungan postmodernisme kepada pandangan bahwa ilmu pengetahuan tidak netral, melainkan selalu memihak pada nilai, sarat nilai. Pernyataan tersebut adalah sesuai dengan pendapat Jurgen Habermas filsuf kebangsaan jerman tokoh mahzab Franfrut aliran kritik sosial. Menurut beliau, bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, karena setiap produk ilmu terlebih dahulu ditentukan secara normative. Oleh sebab ilmu pengetahuan selalu memiliki pretensi-pretensi yang dengan sendirinya tidak netral. Tak ada fakta yang ditangkap benar-benar orisinil, tetapi selalu dibungkus dalam “vest interest”, oleh pengamat fakta itu.
Permasalahan pendidikan dalam menggeluti postmodernisme adalah, bahwasanya peran dan tugas pendidikan dalam era postmodernisme yang bersifat antipasi. Dalam hal ini, tugas dan peranan pendidikan amatlah sulit dan kompleks. Walaupun demikian langkah-langkah tersebut harus dinaikan dengan secara masksimal. Pada suatu sisi, pendidikan harus mampu mempersiapka sumber daya manusia seperti yang dikriteriakan diatas, yakni memiliki kualifikasi, berwawasan luas dan professional di bidangnya masing-masing. Namun pada sisi lain pendidikan juga harus mampu membenahi diri secara internal. Misalnya institusi, kelembagaan, manajemen modern, kompetensi dan sebagainya.
Perbedaan modernisme dengan postmodernisme adalah suatu periode yang mengkonfirmasikan keeksistensian dan kemungkinan mengetahui kebenaran dengan hanya menggunakan penalaran. Postmodernisme adalah sebuah reaksi melawan modernism. Dalam postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran digantikan oleh emosi, dan moralitas digantikan oleh relativisme.
Postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janj-janjinya. Postmodern merupakan cabang dari aliran ilmu filsafat yang mana berisi tentang pemikiran baru yang mengabaikan pemahaman-pemahaman dari aliran filsafat sebelumnya yang masih berupa imajiner dan realistis sekaligus berisikan tentang permasalahan dari modernisme sebelum paham postmodernisme lahir yang mana telah mengalami kegagalan dalam mengembangkan kemajuan pengetahuan dan sosial manusia. Postmodernisme memiliki kandungan yang lebih daripada pengetahuan dan ide-ide yang bersifat maju atau modern tetapi paham tersebut muncul dari postmodernisme itu sendiri.
Pentingnya sebuah pendidikan baiknya kita mulai dengan pandangan para ilmuwan dan negarawan dari luar spesialis pendidikan. Tidak kurang para filsuf besar dunia seperti plato, aristoteles, jean jaques rousseu, jhony deweu, bahkan albert Einstein, telah ikut mendefinisikan tentang hakikat dan tujuan sejati dari sebuah pendidikan. Hal ini terutang dalam berbagai aliran filsafat pendidikan dunia.
Geoff Haselhurt, menurutnya pendidikan harus berlandaskan pada kebenaran dan realita, dalam arti bagaimana hal ini berhubungan dengan interkoneksi antara pikiran, zat dan ruang. Interkoneksi ketiga hal ini jelas dalam pendidikan dan secara umum dapat disebut sebagai suatu pendekatan ekologis, yang berdiri diatas struktur ruang dari dunia ini.
Demikianlah, bahwa terminology postmodern selalu untuk dikontekskan pada bidang pendidikan secara eksplisit. Tetapi keluar memperhatikan tema-tema besar yang diusung oleh postmodernisme maka secara implisit paradigma pendidikan mutakhir dalam banyak hal sudah menggunakan akar-akar pemikiran postmodernisme.
Intan Syarifatul Ula Muhaimin, mahasiswi semester 5 jurusan filsafat islam berdomisili di madiun.