Pertanyaan besar yang menghinggapi umat manusia sepanjang sejarah adalah mencari jatidiri dengan serangkaian pertanyaan besar yang bergelayut dalam benaknya, kenapa Tuhan menciptakanku ? apa fungsiku di ciptakan ? bagaimana aku sampai pada tujuan yang hakiki dari drama kosmik yang penuh misteri ini ?
Sejak dulu para filsuf, ilmuan, budayawan, sastrawan, mistikus, bahkan orang awam sekalipun mencoba merumuskan berbagai macam makna yang dia tafsirkan dalam melihat realitas kehidupan ini. Semuanya gelisah menghadapai tantangan dan dinamika yang di alami. Beberapa ada yang sampai pada konklusi, namun banyak juga yang tidak kunjung menemukan dirinya sendiri, dan lalu menjadi terasing.
Dalam Bahasa Agama Tuhan secara tegas menegaskan bahwa fungsi diciptakannya Manusia adalah sebagai Khalifah (Mandataris Tuhan) di muka bumi ini, karenanya manusia dinilai sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna. Tidak ada mahluk yang memiliki kesempurnaan yang melebihi manusia. Hewan, tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan, bintang, bumi, langit semuanya ada dalam unsur diri manusia. Termasuk juga api, air, udara, dan tanah juga ada dalam diri manusia. Sebab itu, manusia di ciptakan untuk mengabdi kepada Tuhan dengan tanpa motivasi apapun. Karena bentuk penghambaan itulah yang akan menegaskan dirinya sebagai mahluk yang eksistensial.
Tidak berhenti disitu, manusia juga diberi mandat oleh Tuhan untk memakmurkan bumi dan semesta ini. Dengan merawat, mencintai, megasihi, mengembangkan, dan memberdayakan segenap potensi yang ada di alaam raya ini. Karena itu, tugas yang tidak ringan ini dinamakan sebagai tugas kosmis. Lalu, bagaimana cara manusia ini menjalankan titah Tuhan yang tidak ringan ini ? Tuhan telah memberikan potensi sekaligus alat yang tidak dimiliki oleh mahluk lain. Pertama, manusia diberikan Nalar untuk berfikir, dan kemampuan berfikir dari nalar tersebut tidak memiliki batas dan tidak bisa di batasi. Oleh sebab itu, melihat perkembangan peradaban manusia di zaman ini yang demikian besarnya. Dari era Google sampai dengan AI (Artificial Intelligent) semua itu adalah salah satu produk penalaran manusia. Kedua, Hati/Intuisi yang menjadi ‘raja’ dalam diri manusia. Sebagai pusat kendali di dalam jagat kecilnya. Hati ini pula yang menggerakkan kehidupan manusia. Sehingga potensi dan spiritualitas itu bersumber dari hati. Ketiga, manusia diberikan kelengpakan organ yang bisa untuk melakukan aktivitas apapun yang serba produktif.
Selain semua hal yang telah saya sebutkan di atas tadi, ada hal yang lebih penting lagi yang harus di lakukan manusia untuk menegaskan dirinya sebagai duta Tuhan, yakni sebagai duta kerahmatan tuhan dimuka bumi ini. Sebab alam semesta ini diciptakan dengan ide kerahmatan tuhan yang tidak terbatas. Sumber kerahmatan tuhan-lah yang menjadikan semesta ini ada. Kemudian tuhan mengirim para nabi untuk mengajarkan cinta dan kasih sayang kepada umatnya, dan kitab suci semua agama menjadi sumber inspirasi kasih sayang agar manusia mampu untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya manusia juga dituntut untuk mampu mengembangkan kualitas dirinya semaksimal mungkin untuk menjadi seorang mandataris yang baik. Dia harus memberdayakan dirinya agar berdaya. Jadi, merahmati tidak hanya sekedar melihat semua mahluk tuhan dengan pandangan mata dan sikap. Tapi harus dilanjutkan dengan membangun potensi yang dimiliki agar dia juga bisa berdaya.
Dan terakhir membangun harmoni dan sinerji dengan semua mahluk tuhan di semesta raya ini. Kita tidak mungkin mampu menjalankan tugas kosmis ini sendirian. Kolaborasi dan sinerji adalah kunci untuk menciptakan peradaban yang di landasi dengan nilai-nilai cinta dan kasih sayang. Sehingga bumi ini menjadi tempat yang teduh, sejuk, dan asyik untuk dihuni oleh semua mahluk tuhan yang selalu dicintai dan dikasihi-Nya.