Oleh: Muhammad Nur Rijalludin Wahid
Dalam kajian Islamic Studies atau disiplin ilmu tasawuf memang sangat menarik untuk dikaji, baik dalam kerangka ajaran Islam maupun dalam kontekstualisasi perkembangan dan peradaban zaman. Banyak tawaran-tawaran baru yang dituangkan dalam kajian tasawuf. Tasawuf sendiri adalah satu tipe mistisme, dalam Bahasa inggris disebut sufisme, kalau dalam pencarian sumber pendefinisian tasawuf, ternyata juga sullit untuk menarik sebuah kesimpulan yang tepat. Kesulitan itu nampaknya berpangkal pada esensi tasawuf sebagai pengalaman rohaniah. maka munculah definisi tasawuf sebanyak menginformasikan pengalaman rohaniyah. Disamping faktor karena berhubungan dengan rasa dipersulit lagi karena pertumbuhan dan kesejarahan yang melalui dari berbagai segmen dan dalam kawasan kultur, sehingga tasawuf terlihat hanya sebagaian dari unsur-unsurnya saja sehingg fashion tasawuf tidak utuh dalam suatu ruang dan waktu tertentu.
Dari unsur-unsur yang bermacama-macam dan berserak itu kemudian disistematisir satu disiplin ilmu yang disebut tasawuf. Suatu disiplin keilmuan yang muncul dari pengalaman spiritual yang merujuk pada kehidupan yang bermoral dan bersumber pada nilai-nilai Islam. Ada asas kesepakatan dari para ahli bahwa tasawuf adalah moralitas-moralitas yang berdasarkan Islam, yakni bahwa prinsipnya tasawuf adalah bermakna moral dan semangat dalam Islam, karena pada dasarnya Islam dari beragai aspeknya sendiri hadir sebagai prinsip moral. Dengan contoh Rasulullah SAW. Yang di utus Allah adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umatnya.
Dalama kehidupan Nabi Muhammad Saw. (Beliau meninggal tahun II H/632 M), banyak umatnya yang tidak puas dengan hanya mengikuti ajaran-ajarannya, tetapi mereka mengharapkan untuk bisa memasuki dunia ynag lebih bisa mengeratkan hubungan dengan Allah SWT. Pandangan yang mereka jalani. Mereka mencoba untuk melepaskna diri dari ikatan-ikatan duniawi, dan mencoba untuk membersihkan jiwa (soul). Gerakan ini menyebar dan berkembang sejalan dengan perkembangan agama Islam di abad I H/ 7 dan II H/8 M. Para Askestik Arab baru merasakan dan mendapat contoh tauladan didaerah yang baru atau ajaran-ajaran baru.
Dalam beberapa hal dalam mencintai Allah Swt. Ini mengajarkan untuk hidup mengasingkan diri (Isolating themselves) dari keramaian; tetapi yang lainya tetap mejalankan kehidupan lebih relijius dan tetap berhubungan dengan kehidupan sosial. Adakalanya kecenderungan pencarian jalan ini terkadang melampaui batas-batas yang bisa mereka lakukan dan hal ini tidak bisa diterima. Bila merujuk pada petunjuk yang benar akan diakui eksisitensinya dan merupakan ilmu yang lebih mempertahankan aspek mawasdiri dan psikologi agama dibantu oleh studi Kitab Suci agama Islam. Dua tokoh yang dianggap sebagai pelopor ajaran tasawuf ini adalah Hasan al-Basri (Wafat 110 H/728 M) Dan al-Muhasibi (Wafat 234H/ 857). Gerakan ini berkembang luas dan mencapai prinsip hidup keserhanaan untuk mengetahui hal-hal yang lebih abstrakdan tahapan pencapain bertingkat-tingkat.
A. Pengertian Tasawuf
Kebanyakan Tasawuf didefinisikan sebagai ajaran yang mementingkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia, penamaanya belum dikenal pada abad permulaan, Tasawuf baru dikenal sebagai nama atau suatu yang melembaga sekitar abad ke dua hijriyah. Namun demikian secara factual nilai-nilai tasawuf itu sendiri itu adalah suatu yang diajarkan oleh Rasaulullah kepada para sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu dalam pandangan as-Sarraj, penyebutan istilah tasawuf sebenarnya sudah dikenal dikalangan sahabat Rasulullah. as-Sarraj mengatakan bahwa fenomena perjumpaan para sahabat Rasulullah dengan Rasulullah adalah sebuah keimanan mereka kepada Rasulullah adalah tingkat tertinggi dalam derajat al-Ahwal.yang menguatkan argument as-Sarraj adalah perkatan imam al-Hasan al-Bashri, seorang tabi’in yang pernah belajar kepada sahabat Ali ibn Abi Thalib dan berberapa sahabat lainnya.
Beliau berkata” bahwa aku melihat seorang sufi dari kalangan sahabat sedang melakukan tawaf. As- Sarraj juga mengutip ucapan Sufyan ats-Tsauri, bahwa ia berkata: “kalau b ukan karena Abu Hasyim ash-Shufi maka aku tidak akan pernah menganl kata riya’ secara detail”. Imam Sufyan ats-Tsauri dalam perkataanya ini menamakan Abu Hasyim dengan”Ash-Shuffi” artinya seorang ahli tasawuf. Sementara itu Abu Hasyim juga banyak mengutip riwayat-riwayat dari sahabat Muhammad ibn Ishaq bin Yasar. Dan sahabat Rasulullah yang terakhir disebut ini adalah diantara sahabat yang paling banyak menceritakan kaum sufi dikalangan sahabat Rasulullah sendiri.
Tentang sejarah ke munculan nama tasawuf banyak dari kalangan mulai dari intelek, cendekiawan muslim hingga ulama dan lain sebagainya yang telah membahasnya. Tasawuf sudah menjadi disiplin ilmu dan cabang ilmu dalam islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka di dalamnya. Mengapa tasawuf lebih menekankan spiritualitas dalam berbagai aspeknya, karena para ahli tasawuf yang biasa dikenal dengan sebutan sufi ini mempercayai keutamaan “spirit” ketimbang “jasad” mempercayai dunia spiritual ketimbang dunia material. Secara ontologis para sufi percatya bahwa dunia spiritual lebih hakiki dan real disbanding dengan dunia jasmani. Bahkan sebab terakhir dari segala yang ada ini, yang kita sebutkan dengan Tuhan, juga bersifat spiritual. Karena itu realitas sejati bersifat spiritual. Bukan yang disangka kaum materialis bahwa yang real adalah yang bersifat material.
Definisi Tasawuf secara Bahasa memiliki berbagai macam istilah mulai dari: (1) Shuffah : yang mempunyai makna kemiskinan atau kesederhanaan Ahlus Shufah bernilai baik dan mulia. Sifat tidak mememn tingkan duniawi, miskin, tetapi berhati baikdan mulia itulah sifat kaum sufi. (2) Shaf : sebagaimana istilah sama dengan orang shalat di shaf pertama yang mempunyai makna pertama mendapat kemuliaan dan pahala, demikian para sufi dimuliakan oleh Allah. (3) Shuf : yaitu mempunyai arti suci, bersih, dan jernih, seorang sufi adalah orang yang berhati suci, bersih dan jernih. Demikian pula kaum sufi adalah orang-ora ng yang telah menyucikan dirinya melaluai beberapa maqamat-maqamat yang ada.(4) Sophos: (yunani) yang berarti hikmah, orang sufi berhubungan erat dengan hikmah. (5) Suf: yaitu kain kasar yang terbuat dari bulu atau kain wol kulit binatang. Adalah symbol kesederhanaan dan kerendahatian.
Dari beberapa teori diatas mulai dari tasawuf mempunyai arti: mulia, bersih, jernih, suci, barisan, kesederhanaan dan lain sebagainya. Beberapa tokoh para intelektual pun berpendapat mulai pendapat menurut Abu Hasan Samnun Bin Hamzah al-Khawwsh ra. Adalah “menguasai sesuatu bukan dikuasai sesuatu. Bisa diartikan bahwa para sufi dapat menguasai apapun bahkan nafsu dan lain sebagainya pun dikuasai, sehingga nafsu tidak dapat menguasainya, artinya para sufi ketika tidak terjebak atau dikuasai nafsu maka hijab-hijab dalam hidup akan terkuak. Karena hidup hanya mengabdi kepada Allah.
Sedangkan menurut Abu Qasim bin Muhammad az-Zujaj ra. “tasawuf adalah jernihnya hubungan dengan Allah Swt. Pangkalnya adalah berpaling dari dunia. Kita bersama Allah Swt.
Abu Husain Ahmad bin Muhammad an-Nuri ra. “Tasawuf bukanlah sekedar tulisan dan bukan pula hanya ilmu, akan tetapi ia adalah akhlak .”.
Abu Abdullah bin Muhammad bin Yahya bin al-Halla’ ra. “ Zahid adalah orang yang mampu menyamakan rasa anatara celaan dan sanjungan”.
Imam al-Kharaki . “ Tasawuf adalah berusaha meraih hakekat dan meninggalkan segala apa yang berada di tangan makhluk”.
Imam Abu Ali ar-Raudzabari. “Dia adalah orang yang berpakaian wol dalam kesucian jiwanya, memberikan makanan-makanan pahit bagi hawa nafsunya, menjadikan manusia dibelakang panggungnya dan mencontoh Rasulullah dalam segala perbuatannya.”
Dan terahkir menurut pendiri dari salah satu Program Studi Tasawuf dan Psikoterapi yakni. Dr. Muhammad Nursamad Kamba.” Bahwa sufistik bukan sekedar intelektualitas, tapi lebih dari itu: yaitu penghayatan atas nilai-nilai kebaikan atau ajaran-ajaran agama yang membentuk kesadaran maupun selera kebertuhanan atau pengalaman keberagaman. Dengan kata lain, pengalaman sufistik merupakan transformasi diri ke dalam nilai-nilai kebaikan dan menyatu denganNya.
Dari abad ke abad tentunya tasawuf semakin dikenal banyak orang dan tentunya juga mengalami perkembangan dari masalah istilah, aliran-aliran dalam tasawuf itu sendiri yang semakin bercorak-corak. didalam artikel ini akan membahas “Konsep Aliran Dalam Tasawuf” bagaimana konsep atau metode di dalam setiap aliran-aliran tersebut sebagai jalan pencapaian dalam kehidupan ini, Dalam Kancah pemikiran islam khususnya Arab, menurut Abid al-Jabiri ada tiga jenis epistimologi yang digunakan sebagai akar kebenaran yaitu epistimologi bayani, epistimologi burhani dan episti mologi Irfani.
a) Epistimologi Bayani
Secara Bahasa bayani bermakna sebagai penjelasan pernyataan ketepatan. Secara terminologis bayani adalah suatu cara bagaiamana cara berfikir itu nantinya jika dikaitkan dengan epistimologi maka pengertianya adalah studi filosofis terhadap struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagai sebuah kebenaran yang mutlak. Adapun akal hanya menempati tingkat skunder dan bertugas hanya menjelaskan teks yang ada. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi langsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran. Ssecara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu di tafsir dan dpenalaran. Meskipunini ttidak berarti bahwa akal bisa menentukan dengan bebas makna dan maksudnya tetapi tetap harus bersandar pada teks. Dalam tradisi bayani, rasio dianggap tidak mampu memberikan pengetahuan kecuali disandarakan pada teks.
Oleh karena itu bisa diambi inti dari bayani adalah suatu epistimologi yang mencakup disiplin ilmu yang berpangkal dari Bahasa Arab yaitu antara lain: nahwu, ushul fiqih dan fiqih, kalam dan balagha). AL-Syafe’I berfikir adalah kerangka nash baginya,dalam bayani terdapat dua dimensi yang fundamental, yakni nash (prinsip-prinsip primer) yang dirinya muncul prinsip skunder (far) dan aturan-aturan penafsiran wacana yang terungkap dari sikap fundamenta,-fundamental tersebut.
(b) Epistimologi Irfani
Kata irfani (gnose/gnosis) bentuk masdar dari arafa yang berarti “pengetahuan”, sedangkan kata irfani dalam Bahasa arab sama dengan halnya ma’rifah yang diartikan dengan al ilm. Dikalangan sufi sendiri kata Irfan dipergunkan untuk menunjukan menunjukan jenis pengetahuan yang tertinggi yang dihadirkan ke dalam qalb dengan cara kays atau ilham. Hanya saja istilah ini tidak berkembang penggunaanya dikalangan sufi, kecuali di masa-masa belakangan. Dikalangan kaum sufi sendiri ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan langsung tentang Tuhan berdasarkan atas wahyu atau petunjuk Tuhan. Ia bukan merupakan hasil atau buah dari proses mental, tapi sepenuhnya sangat tergantung pada kehendak dan karunia Tuhan , yang akan memberikan sebagai karunia darinya yang mana dia memang sudah menciptakan manusia denagn kapasitas untuk menerimanya
Secara epistimologi irfani adalah epistimologi yang mendasarkan pengetahuannya. Kepada intuisi, kasyf atau penyingkapan rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Karena itu irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks atau ketentuan logika, tetapi berdasakran atas terlimpahnya pengetahuan secara langsung dari Tuhan, ketika hati sebagai sarana pencapaian pengetahuan irfani siap u ntuk menerimany. Namun tidak semua tasawuf hanya mengunakan intuisionisme atau Irfani saja. Ada juga aliran yang mengunakan rasio atau logika seperti halnya burhani yang digunakan oleh aliran Falsafi yang akan kita jelaskan setelah ini.
(c) Epistimologi Burhani
Al- Burhani bebrarti argument yang pasti, tegas, dan jelas, dalam pengertian yang lebih kecil, burhani adalah sebuah perilaku pikir untuk menetapkan kebenaran pernyataan melalui metode penalaran, yakni dengan meningkatkan pada ikatan yang kuat dan pasti dengan pernyataan yang aksiomatis. Dalam pengertian luas, burhani adalah setiap aktivitas pikir untuk mentapan kebenaran pernyataan.
Sebagai item epsitimologis, seperti halnya bayani dan Irfani, Burhani adalah sebutan bagi system epistemic dalam tradisi pemikiran Arab Islam yang dicairkan oleh adanya metode pemikiran tertentu dan juga prespektif realitas tertentu , yang secara “genealogis” berhubungan erat dengan tradisi pemikiran Aristetolian.
Menurut Ibn Sina, sebagaimana ditegaskan ‘Atif al-Iraqi, Burhani adalah qiyas yang disusun dari berbagai premis-premis yang pasti untuk menghasilkan kesimpulan yang pasti. Premis-premis yang pasti itu adalah meliputi asumsi-asumsi, dasar akaliah, hasil eksperimentasi yang telah teruji, warta mutakhir dan hasil pencapain inderawi. Dalam pengertian lain burhani (Demonstasri) adalah yang mendasarkan kebenarannya pada kekuatan akal atau rasio yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Prinsip logis inilah yang menjadi acuan sehingga dalil-dalil agama sekalipun akan dapat diterima sepanjang sesuai dengan prinsip-prinsip ini.
B. Aliran-Aliran dalam Tasawuf
Tasawuf dengan ragam tampilan Konsep serta Coraknya masing-masing ternyata memiliki kontibusi sosiologis yang tidak kecil dalam konteks sejarah, selain itu gerakan tasawuf dengan pola perkembangannya yang sangat dinamis juga menggambarkan bahwa tasawuf dalam konteks sejarah tampil dengan tradisi dinamis juga menggambarkan bahwa tasawuf dalam konteks sejarah tampil dengan tradisi dinamis dan inovatif yang tidak mengenal lelah dalam m isi spiritualitasnya (Nurhayati, 2008). Tasawuf telah melahirkan berbagai konsep ajaran dengan ciri khas masing-masing, sehingga muncul ketegangan anatara kaum sufi dan para filosuf sufi yang menyebabkan kedua belah pihak semakain memperluas jurang pemisah anatara keduanya.
Jarang sekali dibahas seperti apa madzhab atau aliran dalam Tasawuf. Mungkin hanya akrab b dengan madzhab-madzhab didalam fiqih dan kalam. Dengan mengetahui madzhab atau aliran dalam tasawuf ini kita akan mudah mengidentifikasi pemikiran gerakan maupun amaliah khas dari seorang sufi. Disini yang dibahas adalah madzhab-madzhab dalam tasawuf beserta tokohnya dari aliran Tasawuf Akhlaki, Irfani, dan Falsafi. Awalnya tasawuf sebagai upaya meniru pola kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dan para sahabatnya , kemudian berkembang menjadi doktrin-doktrin yang bersifat konseptual-rasional. Dari awal pekembangan ini. Secara garis besar, taswuf pterpolarisasi menjadi dua corak.
Dalam tipologi tasawuf muncul sebagai akibata adanya variasi pendekatan dalam penglaman bertasawufan di kalangan kaum sufi. Variasi pendekatan itu membentuk karakter yang kemudian mengelompok sesuai dengan rumpun dan pemhaman dan kosepsinya. Tasawuf itu sendiri mesti terkait dengan dua hal pokok yakni (1) kesucian jiwa untuk menghadap Tuhan sebagai Zat yang Maha Suci, (2) upaya pendekatan diri secara individual kepada Tuhan. Pokok-pokok tasawuf itu mengacu kepada Al-Qur’an.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, kemudian dia mengerjakan shalat.”
(QS. Al-A’la [87]
“dan sesekali janganlah kamu patuh kepadannya (setan) : sujud dan dekatkanlah (dirimu pada Tuhan)
(QS. Al-Alaq [96])
Atas dasar kandungan dua ayat tersebut, kaum sufi mencoba untuk lebih berintropeksi diri dari pada memerhatikan orang lain. Semboyan mereka “Hiasilah dirimu dengan sifat-sifat tercela” mengandung arti bahwa hendaklah manusia senantiasa menyadari noda-noda diriny, supaya ia tidak berhenti menyucikannya.
Sayyed Hossein Nasr Mengatakan bahwa tasawuf pada hakikatnya adalah dimensi yang dalam esotoris dari isla (the inner and esoteric dimensional of islam) yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist serta perilaku Nabi Muhammad SAW. Dan para sahabatnya. Adapun syariat adalah dimensi (eksoteris) ajaran islam. Dalam hasl ini usaman ismail juga menjelaskan bahwa dengan bertolak dari npandangan kesufian yang menekankan kesucian jiwa, Imam Ghzali (w. 505 H/1111M.). menempatkan kesucian kalbu sebagai awal perjalanan spiritual kaum suf. Menurutnya yang menjadikan hakikat manusia ialah qalb(kalbu, hati)-Nya. Kalbu yang merupakan zat halus dan bersifat ilahial itu dpat menangkap hal-hal gaib yang bersifat keruhanian. Dengan kalbu inilah Nabi menerima wahyu Ilahi. Bagi kaum sufi, kalbu inilah yang menjadi titi pusat pandangan Tuhan pada diri manusia. Rasulullah Bersabda: sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk dan tubuhmu. Tetapi ia menmandang hati dan perbuatanmu
Jika akal dapat memahami adanya Tuhan secara rasional mka kalbu dapat merasakan kehadiran Tuhan, dan bahkan merasakan keintiman bersama-Nya. Ajaran pokok tasawufoleh kaum sufi dipahami melalui pendekatan yang bervariassi. Variasi pendekatan ini pada gilirannya membentuk karakter-karakter tertentu sehingga melahirkan dua tipe tasawuf, yakni: (a) Tasawuf Sunni. (b) Taswuf Irfani.Dan terakhir (c) tasawuf Falsafi. sebagai berikut
1. Tasawuf Sunni
Sebagaiamana yang kita ketahui bahwa jenis Tasawuf sunni ini terbagi menjadi dua tipe yaitu tasawuf akhlaki dan tasawuf amali. Berbeda dengan tasawuf falsafi yang menggabungkan tasawuf dengan aliran mistik islam, maka tasawuf sunni adalah tasawuf yang berwawasan moral praktis dan berlandaskan pada kitab Al-qur’an dan As-sunnah dengan penuh disiplin mengikuti batasan-batasannya. Menurut para pelaku aliran sunni apabila seorang islam ingin menyempurnakan kualitas pendekatan dirinya kepada sang maha pencipta Allah SWT. Maka yang lebih diutamakan dirinya harus mengetahui dan memahami syari’at islam dengan baik. Ia harus mempelajari ilmu fikih diaman meliputi ibadah, munakahat, muamalah, siyasah, jinayah sesuai ajaran yang telah diformulakan dalam madzhab fikih seperti para Syafi’I, Maliki, Hanafi, dan Hambali. Hal ini dalam tasawuf sunni menjadi hal penting bagi para pelaku sufi agar tidak terjebak memperturutkan yang terkedang menjadi jebakan dalam hatinya. Tasawuf sunni mendasarkan pengalaman perjalanan kesufiannya dengan pemahaman yang simple dan dapat diterima dan mudah dipahami oleh semua orang awam. Diantara tokoh-tokoh sunni adalah Junaid al-Baghdadi, al-Ghazali, dan al-Qusyairi.
Corak perkembangan tasawuf sunni ini berkembang keseluruh penjuru dunia Islam sejalan dengan mendominasinya aliran teologi Ahl As-sunnah wa al-jama’ah. Tasawuf sunni berada dalam psosisi yang menentukan tersebar luas di kalangan dunia islam. Dalam dunia Islam, menurut para ilmuwan barat, al-Ghazali dipandang sebagai penyelamat tasawuf ini dan juga berhasil dalan mengintegrasikan dengan ilmu fikih sehingga ia dijuluki sebagai al-hujjat al-islam. Karena ketenaran dan kebesarnnya itu, sampai-sampai dalam litelatur Barat, ia disejarakan deanag St. Agustinus (354-430), filosof Kristen yang mengarang buku The City of God. Bedanya, Agustinus tetap lekat dengan filsafat sampai menutup usia. Namun al-Ghazali menempuh jalan tasawuf dalam mencari kebenaran (Hyman&Wals [Ed.]1978:263).
Tasawuf Sunni merupakan aliran tasawuf yang ajaranya berusaha memadukan aspek syari’ah dan hakikat namun diberi interpertasi dan metode baru yang belum dikenal pada masa salaf as-shalihin dan lebih mementingkan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta bagaimana cara menjauhkan diri dari semua hal yang dapat mengganggu kekhusyu’an jalannya ibadah yang mereka lakukan. Aliran Taaswuf ini memiliki ciri yangb paling utama yaitu kekuatan dan kekhusyu’an beribadah kepada Allah, Dzikrullah serta konsekuen dan juga konsisten dalam sikap walaupun mereka diserang dengan godaan kehidupan duniawi. Dari awal prosesnya corak tasawuf ini muncul dikarenakan ketegangan-ketegangan dikalangan sufi, baikyang bersifat internal maupun eksternal yautu para sufi dan’ulama zahir baik para fuqaha maupun mutakallimin.
Hal itu me nyebabkan cita taswuf menjadi jelek dimata umat, maka sebagian tokoh sufi melakukan usaha-usaha untuk megembalikan citra taswuf. Dan usaha ini memperoleh kesempurnaan di tangan Imam Al-Ghozali, yang kemudian melahirkan Tasawuf Sunni. Hal ini kemudian dalam Tasawuf Ghazalian nuansa konsep fiqih Syafi’iyah dan kalam Asy’ariyah terasa lebih kental ketimbang ketimbang konsep-konsep tasawufnya , sehingga dapat dikatakan ajaran esksoterisnya.
Dari masa awal yang hanya dua corak kemudian terus mengalami perkembanga dengan melahirkan corak lainnya, sehingga setidaknya ada beberapa aliran atau madzhab-madzhab. Latar belakang taswuf ini munculnya tidak terlepas dari pertikaina masalah aqidah yang melanda para ulama’ fiqih dan tasawuf, lebih pada abad kelima Hijriyah aliran Syi’ah al-Islamiyah berusaha untuk mengembalikan kepemimpinan kepada keturunan Ali Bin Abi Thalin, bahwa Imam yang ghaib yang pindah ketangan sufiyang layakmenyandang Waliyullah , dipihak lain para sufi banyak yang dipengaruhi oleh Filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan coraka pemikiran tasawuf falsafi nanti yang sangat bertentangan dengan kehidupan para sahabat dan tabi’in, dengan ketegangan inilah muncullah sang pemadu Syari’at yaitu Imam Ghazali.
Adapun ciri dan karateristik ajaran tasawuf sunni, yaitu:
Tasawuf akhlaki sebuah lingkup ajaran dalam tasawuf yang mengajarkan bagaiamana perilaku yang baik atau bisa disebut akhalakul al-karimah. Untuk mencapai tujuan yang di inginkan seong pelaku sufi harus melakukan seperti: Muroqobah, Mujahaddah, dan Riyadha. Para tokoh-tokoh sufi yang banyak dikenal dalam hal ini adalah Hasan al-Basri, Imam al-Ghazali, Rabi’ah al-adawiyah, dan lain sebaginya. Tasawuf ini lebih condong pada muatan teoritiknya. Dalam tasawuf ini mempunyai pembinaan akhlaki disusun dengan berikut:
Kebiasaan yang dilakukan dengan kebiasaan baik akan mmawujud rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya. Seorang yang hatinya terbebaskan dari tabir dan (hijab) yaitu sifat-sifat kemanusiaan atau memperoleh nur yang selama ini tersembunyi atau fana segala selain Allah ketika menampak (tajalli) wajah-Nya. Tajalli bermakna pencerahan atau penyingkapan suatu term yang berkembang dikalangan sufisme sebagai sebuah penjelmaan, perwujudan dri yang Tunggal, sebuah pemancaran cahaya batin, penyingkapan rahasia Allah, dan pencerahan hati hamba-hamba saleh. Tahap tajalli yang berarti lenyap atau hilangnya hijab dari sifatkemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi atau fana’. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi cahaya hingga orang akan tenggelam dalam kebaikan.jika terjadi perbedan yang dijumpai dalam berbagai penyingkapan itu tidak menandakan adanya perselisiahn antara guru sufi. Masing-masing manusia unik.
b. Tasawuf Sunni (Amali)
Merupakan lanjutan dari tasawuf Sunni Akhlaki yaitu pemberihan diri dari akhlak buruk (tasawuf akhlak akhlaki) aliran taswuf amali ini lebih menekankan pembinaan morala dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mencapai hubungan yang dekat dengan Tuhan. Seorang harus mentaati dan melaksanakan syri’at atau ketentuan agama. Tasawuf amali berkontasikan tarekat. Tarekat disini dibedakan antara kemampuan sufi yang satu dari pada yang lain, ada orang yang di anggapmampu dan tahu cara mendkatkan diri kepada Allah. Orang yang memerlukan bantuan orang lain dianggap memiliki otoritas dalam masalah itu. Dalam tasawuf amali yang berkonotasikan tarekat ini mempunyai aturan, tarekat adalah suatu metode praktis untuk menuntun seorang sufi secara bwerencana dengan jalan piiran perasaan. Dan tindakan terkendali terus-menerus terhadap tingkatan maqam untuk dapat merasakan hakekat sebenarnya. Tasawuf ini lebih condong menekankan pada aspek amaliyah peribadahan.
Diantara tokohnya:
1) Hasan al-Basri (21 H – 110 H) ajaran tasawufnya adalah rasa takut dan pengharapan tidak akan dirundung kesedihan karena mengingat Allah SWT. Par Salik seperti Hasan al-Basri dalam kehidupanya tidak pernah mementingkan diri sendiri. Hati dan pikirannya total diisi dengan dengan hal-hal Sang Kekasih Allah SWT. Adalah estafet dalam kehidupannya. Maka dalam perjalanan kehidupannya Hasan al-Basri memperoleh cahaya dari Allah SWT. Karena tasawuf cintanya diangkatlah maqamat yang dijalani.
2) Al-Muhasibi (165 H – 243 H) ajaran tasawufnya adalah ketakwaan kepada Allah SWT, melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meneladani Rasulullah SAW. 2. Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia memasukkan kedua sifat itu dengan etika-etika, keagamaan lainnya. yakni ketika disifati dengan khauf dan raja’, seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya. Pangkal wara’, menurutnya, adalah ketakwaan pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat al-nafs) ; pangkal introspeksi diri adalah khauf dan raja’, pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentanga janji dan ancaman Allah; pangakal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.Khauf dan raja’, menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al Qur’an dan As-sunnah. Dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dikaitkan dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah
3) Al-Qusyairi (376 H – 465 H) ajaran tasawufnya adalah landasan tauhid yang benar berdasarkan doktrin Ahlus Sunnah. Al-Qusyairi juga memberikan pandangannya kepada beberapa istilah yang ada dalam tasawuf, seperti fana’dan baqa’, wara’, syari’at dan hakikat:
a. Baqa’ dan Fana’
Dalam struktul ahwal, yaitu mengenai fana’ dan baqa’, Al-Qusyairi mengemukakan bahwa fana’ adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan baqa’ adalah jelasnya sifat-sifat terpuji. Barangsiapa fana’ dari sifat-sifat tercela, maka yang tampak adalah sifat-sifat terpuji. Sebalikya, apabila yang dominan adalah sifat-sifat tercela maka sifat-sifat terpuji akan tertutupi. Jika seorang individu secara terus-menerus membersihkan diri dengan segala upayanya, maka Allah akan memberikan anugerah melelui kejernihan perilakunya, bahkan dengan penyempurnaan tingkah laku tersebut.
Pemikiran Al-Qusyairi yang lain adalah wara’, menurutnya wara’merupakan usaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat syubhat (sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara’ adalah suatu pilihan bagi ahli tarekat.
c. Syari’at dan Hakikat
Al-Qusyairi membedakan antara syari’at dan hakikat; hakikat itu adalah penyaksian manusia tentang rahasia-rahasia ke-Tuhanan dengan mata hatinya. Sedangkan syari’at adalah kepastian hokum dalamubudiyah,sebagai kewajiban hamba kepada Al-Khaliq. Syari’at ditunjukkan dalam bentuk kaifiyah lahiriah antara manusia dengan Allah SWT
4) Al-Ghazali (450 H – 505 H) ajaran tasawufnya yang dilandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW,serta doktrin Ahlus Sunnah wa Al-Jama’ah (tasawuf suni). AjaranTasawuf-Al-Ghazali Di dalam tasawufnya, Al-Ghazali adalah seorang yang menganut paham sunni berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al-jama’ah. Corak tasawufnya adalah psikomoral yang mengutamakan pendidikan moral yang dapat di lihat dalam karya-karyanya seperti Ihya’ullum, Al-Din, Minhaj Al-‘Abidin, Mizan Al-Amal, Bidayah Al Hidayah, M’raj Al Salikin, AyyuhalWlad. Al Ghazali menilai negatif terhadap syathahat dan ia sangat menolak paham hulul dan utihad (kesatuan wujud), untuk itu ia menyodorkan paham baru tentang ma’rifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya:
a. Pandangan Al-Ghazali tentang Ma’rifat
Menurut Al-Ghazali, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada, alat untuk memperoleh ma’rifat bersandar pada sir-qolb dan roh. Pada saat sir, qalb dan roh yang telah suci dan kosong itu dilimpahi cahaya Tuhan dan dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan, kelak keduanya akan mengalami iluminasi (kasyf) dari Allah dengan menurunkan cahayanya kepada sang sufi sehingga yang dilihatnya hanyalah Allah, di sini sampailah ia ke tingkat ma’rifat.
Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah) di dalam kitab Kimiya As-Sa’adah, ia menjelaskan bahwa As-Sa’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya; nikmatnya mata terletak pada ketika melihat gambar yang bagus dan indah, nikmatnya telinga terletak ketika mendengar suara merdu.
Tasawuf irfani adalah tasawuf yang berusaha menyingkap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran akan tetapi melalui pembianaan Tuhan (mauhibah ). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seorang dapat berdialog secara bathiniah dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi) Tokoh-tokoh yang mengembangkan Tasawuf Irfani diantaranya:
1. Al Ma’rifat menurut pandangan Dzun Nun al Mishri adalah al ma’rifat terhadap keesaan Allah yang khusus dimiliki para wali Allah, sebab mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan mata hatinya, maka terbukalah hatinya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.
2. Maqamat adalah kedudukan hamba dalam pandangan Allah, Maqam ini menurut Dzun Nun al Mishri dapat diketahui berdasarkan tanda-tanda, simbol-simbol, dan amalananya.
3. Ahwal adalah sifat dan keadaan sesuatu. Menurut Dzun Nun al Mishri setiap maqam mempunyai permulaan dan akhir. Dintara keduanya terdapat ahwal. Setiap maqam memiliki symbol dan setiap ahwal ditunjuk oleh isyarat.
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para sufi yang filosof. Tasawuf Falsafi juga dapat didebut sebuah konsep dan ajaran tasawuf untuk mengenal Tuhan )Makrifatullah) dengan pendekatan akal pikiran atau rasio (Filsafat) sampai menuju suatu maqamat yang lebih tinggi. Bukan hanya mengenal Tuhan saja Makrifatullah ini yang lebih tinggi yaitu Wahdahtul Wujud adalah satu kesatuan hamba dengan Tuhan. Para Ahli sufi falsafi memahami bahwa manusia mampu naik untuk bersatu dengan Tuhan. Oleh pengalaman-pengalaman tersebut kemudian muncul konsep mistik semi filosofis seperti, Ittihad dan hulul, fana dan baqa. Memuat ajaran yang mengkolaborasikan anatara mistis dan rasional.
pengalaman-pengalaman sufistik seperti Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, dan Rumi dari alam eksoteris maupun fisis merrupakan suatu hirarki terdalam dari alam. Sehingga sebelum Tuhan menyingkapkan keagungannya. Seringkali para ahli sufi tidak jarang berbeda karena tasawuf dijadikan sebuah metode atau jalan untu munuju-Nya. Metode tasawuf yang dilakukan oleh tasawuf falsafi ini lebih sistematis. Sehingga jarak antara hamba dan Tuhan terlihat jelas. Setelah mencapai titik utama penyingkapan dan kebenaran Allah SWT. Dalam pemahaman dimana diri harus ikhlas dan senatiasa istiqamah, kemudian baru melakukan mujahadahuntuk berjalan menuju maqamat-maqamat spiritual berikutnya. Menyingkapkan tabir-tabir keduniawian yang masih melekat di dalam hati manusia.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai berikut:
1.) melatih rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul dari dirinya.
2.) Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani,‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3.) Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4.) sebuah ungkapan pecintaan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi antara lain adalah
(244 – 309 H/ 858 – 922 M). Al-Hulul mempunyai dua bentuk, yaitu:
1. Al-Hulul Al-Jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat pada yang lain (tanpa persatuan), seperti air mengambil tempat dalam bejana.
2. Al-Hulul As-Sarayani yakni persatuan dua esensi (yang satu mengalir didalam yang lain) sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat air yang mengalir didalam bunga. Al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnya istilah lain dari al-ittihad sebagaimana telah disebutkan diatas. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu Hamka mengatakan bahwa al-hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut0, dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
Menurut al-Hallaj Allah memiliki dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusiasan (nasut). Demikkian pula manusia disamping memiliki sifat kemanusiaan juga memiliki sifat ketuhanan dalam dirinya.
Haqiqih Muhammadiyah Hakikah Muhammadiyah atau Nur Muhammad, menurut al-Hallaj merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu, segala kejadian, amal perbuatan dan ilmu pengetahuan. Dan dengan perantaranyalah alam ini dijadikan. Al-hallajlah yang mula-mula sekali menyatakan bahwa kejadian alam ini pada mulanya adalah dari haqiqah Muhammad.
Wahbah al-Adyan (kesatuan semua agama) Paham ini muncul sebagai konsekuensi logis dari pahamnya tentang Nur Muhammad, yakni pendapat al-Hallaj tentang Nur Muhammad telah mendorongnya berkesimpulan tentang kesatuan semua agam, karna dalam kasus tersebut sumber semua agama adalah satu, menurutnya, agama-agama itu diberikan kepada manusia bukan atas pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya
(560 H – 638 H) Inti ajaran tasawuf ibn Arabi a. Wahdah al-Wujud Ibn Arabi tidak pernah menggunakan istilah wahdat al-wujud, dia dianggap sebagai pendiri dokrin wahdat al- wujud karna ajaran-ajarannya mengandung ide wahdat al- wujud, seperti dalam pernyataanya, semua wujud adalah satu dalam realisat, tiada satupunbersama dengannya. Wujud hukum lain dari al-Haqq karna tidak ada sesuatupun dalamwujud selain Dia
Sekarang yang dimaksud al-insan al-kamil menurut ibn ‘arabi seperti yang disebutkan dalam kitab fusus, adalah: ‘Ain Al-Haqq, artinya manusia adalah perwujudan dalam bentuk-Nya sendiri dengan segala keesaan-Nya. Berbeda dengan segala sesuatu yang lain, meskipun al- Haqq (Tuhan) ‘ain segala sesuatu, tetapi segala sesuatu itu bukan ‘ain (zat)-Nya karna dia hanya perwujudan sebagai asmanya, bukan tuhan bertajalli sesuatu itu dalam bentuk zat-zat-Nya. Dan apabila engkau berkata insan(manusia), maka maksudnya ialah al- iansan al-kamil dalm memanusiakannya yaitu tuhan ber tajalli dalam bentuk zat-Nya sendiri disebut ‘ain. Masalah al-insan al-kamil, dalam pandangan ibn ‘arabi tidak bias di lepaskan kaitannya dengan paham adanya nur Muhammad. Dikatakan bahwa nabi Muhammad SAW. Adalah al-insan al- kamil.menurutnya untuk mencapai al-insan al-kamil orang harus melalui jalan sebagai berikut:a. fana’ yaitu sirna didalam wujud tuhan sehingga seorang sufi menjadi satu dengan-Nya.b. baqa’ yaitu kelanjutan wujud bersama tuhan sehingga dalam pandangnnya wujud tuhanlah pada kesegalaan ini.
D. Kesimpulan
Dalam perkembangan Tasawuf dan kemunculanya sangat banyak membuat para intelektual, cendekiawan, dan lain sebagainya sangat penasaran dengan suatau cabang ilmu dalam islam yang bernama Tasawuf ini, kehadirannya sangat bermanfaat kepada manusia yang menekankan kepada spek rohaniah ketimbang aspek jasamniah.
Madazhab-madzhab yang ada dalam tasawuf mulai dari Tasawuf Sunni, Tasawuf Irfani, dan Tasawuf Falsafi adalah satu kesatuan dimana cara atau jalan yang di tempuh oleh sang salik dengan jalan yang berbeda sehingga esensi yang keluar juga berbeda, penting nya untuk mempelajari macam-macam Madzhab yang ada dalam Tasawuf tentunya sangat penting sehingga setiap orang yang ingin mempelajarinya tidak salah paham dengan Tasawuf itu sendiri.
Tasawuf adalah salah satu daya upaya setiap manusia khususnya islam yang ingin menyucikan diri dan mendekatkan kepada Allah dengan totalitas tanpa ego dan hawa nafsu, sehingga puncak dari tasawuf adalah Makrifatullah dimana manusia disingkapkan hijab-hijab dunia, sehingga yang Maha ada adalah Allah Swt. Dengan kesadaran tidak ada perbuatan apapun yang baik kecuali transformasi kebaikan dan cinta
kasih untuk sesama.