Oleh: MS Ulil Absor
Tatkala kembali sampai rumah, dibacalah secarik kertas yang diberikan Santo kepada Sinta pada akhir perjumpaan itu.
Aku sudah nemutuskan jika nanti pada kesempatannya
Aku akan mengahiri pengembaraanku
Meskipun aku tak bisa menetapkan takdirku
Layaknya salik yang merindu
Sikapku padamu yang masih dan terus menggebu
Kekasih
Sinta, dengan sedikit kenangan yang kita jalani
Ketika aku memandangimu
Ketika kau menaiki anak tangga itu
Ketika kau menurunkan pandang serta angkuhmu
Aku benar melihat kejelian pada setiap langkahmu
Pada setiap permasalahan yang bisa kau selesaikan dengan tenang dan pasti itu
Menunjukkan kemahiran dalam memegang atas kuasa caramu
Kekasih
Waktu dan tempat mudah berubah
Tapi kita akan dan akan terus bekerja melampaui zaman, keadaan bahkan kekuasaan
Selama hayat masih dikandung badan
Selama itu jasad hanyalah pembantu
***
Alur kehidupan manusia meliputi aneka periode dari kelahiran hingga kematian. Kini Sinta dan Santo tengah menuju Salah satu tahapan sakral dalam kehidupan manusia adalah memasuki bahtera pernikahan. Bukan kewajiban, namun suatu tindakan yang tak kalah sama pentingnya dengan tugas kehidupan yang lain.
Hari yang ditakdirkan akhirnya tiba, Sinta dan Santo sudah percaya bahwa ketika sudah jodoh tak bisa ia dustakan untuk saat ini, meskipun keduanya masih meragukan akankah ia akan langgeng sampai kelak nanti, keduanya juga menyadari bahwa tak akan tahu takdir kedepannya.
Cerita ini tidak dimulai dari Santo dan Sinta benar-benar baru dilahirkan “procot”, melainkan sejak keduanya mengerti bagaimana ilmu pengetahuan mulai menyingkapi kehidupan mereka berdua, Santo yang dilahirkan dari dunia pesantren tentu paham betul akan berbagai hukum dan kaidah keagamaan, pun dengan sinta yang sama seirama, keduanya mendalami makna kehidupan dari berbagai hal.
Awal pertemuan di sebuah kedai kopi, keduanya tak sengaja untuk berteduh dari hujan saat Santo hendak balik ke kos dari kampus, sedang Sinta akan menuju tempat privat salah satu muridnya, suasana kedai yang benar-benar sepi, pengunjung belum sempat ramai berkunjung, hujan deras sudah turun, berkenalanlah Sinta dan Santo.
Sebenarnya ini bukan masalah yang rumit ketika mereka berdua berdiskusi soal keilmuan, karena masing-masing mempunyai pendalaman dan cara pandang yang berbeda, justru ini akan menjadi perpaduan yang serasi jika mampu mensinergitaskan kedua bidang keilmuan Sinta dan Santo, ini akan menjadi buntut kehidupan kedepan pada rencana pernikahan mereka.
Tak ada manusia yang benar2 sempurna, sama halnya dengan Sinta dan Santo, pernikahan yang benar2 mereka harapkan sempurna, terkadang mungkin hanya berbalik pada imajinasi-imajinasi belaka, karena justru pernikahan adalah gerbang untuk menyatukan dua manusia yang berbeda pandangan agar keduanya saling terjalin hubungan yang saling menyesuaikan.
Gegaraning wong akrami
Dudu bandha dudu rupa
Amung ati pawitane
Luput pisan kena pisan
Lamun gampang luwih gampang
Lamun angel, angel kalangkung
Tan kena tinumbas arta
Penguat dalam pernikahan
Bukan hanya harta atau fisik
Namun hatilah modal utamanya
Apabila jadi, jadi selamanya
Jika mudah akan semakin gampang
Jika sulit akan semakin sulit bukan main
Tidak dapat ditebus dengan harta
Semua harus dibicarakan secara bijak dan terbuka, kalau ada ketidaksepemahaman akankah melanjutkan atau berhenti supaya sama2 memaklumi.
***
Yang semula hanya gerimis lambat tapi pasti hujan yang lebat menyusul.
“Hai Sinta, dunia ini terlalu luas untuk dieksplorasi, tujuan utama kita menikah bukanlah untuk segera diberikan momongan atau membuka pintu rizki, namun tangguhkanlah pernikahan ini pada penghormatan atas dasar sunnah Rasul kita.”
“Dengan begitu mungkin kita tak akan terbebani dengan doktrin-doktrin umum yang ada di masyarakat”
“Begitu juga dengan rizki harta benda, kaya atau miskin kita dalam menjalani hidup jangan sampai melalaikan tugas dan kewajiban kita sebagai hamba yang menjalankan tugas dari majikannya, kalau kita kaya, kita bisa menggunkan harta tersebut untuk berbagi kebaikan, kalau kita kurang kaya ya kita bisa berbuat baik dengan cara yang lain.”
“Aku bersyukur mempunyai calon istri sepertimu, kita berjodoh dalam pemahaman, semoga juga kita berjodoh dalam perbuatan Sinta.”
“Semoga apa yang telah, yang terjadi saat ini, dan yang akan datang sesuai dengan skenario terbaik dari Tuhan Sinta.”
“Aku sudah menetapkan hatiku untuk melanjutkan kehidupan ini bersamamu, kini kuserahkan kembali akan sisa keputusanmu.”
***
“Ya Santo, benar kata pepatah bahwa dunia memang tak seluas daun kelor, awal pertemuan kita yang secara tak sengaja di kedai ini juga bertepatan waktu hujan itu, membuat kita bisa mengenal satu sama lain hingga saat ini, basa-basi di awal perbincangan hari itu, menakdirkan kita dapat melangkah hingga takdir saat ini.”
“Aku paham dan setuju, jodoh rezeki dan pati sudah pasti sesuai kadar yang diberikan Tuhan, jika nanti kita memiliki anak atau tidak itu semata hanya titipan dari Tuhan, kalau ada ya kita jaga dan kita rawat sebagaimana mestinya, kalau tidak mempunyai ya tidak jadi masalah, jangan sampai hanya kita tidak diberi anak, lantas kita terpuruk.”
“Terkait hidup dan mati Santo, yang semua sudah dijadwalkan oleh Tuhan, menikah dengan komitmen sehidup semati bukan berarti apabila salahsatu dari kita ada yang berpulang duluan, tidak harus yang lain menyusul dengan terpaksa, tapi lanjutkanlah apa-apa yang sudah kita bangun, semua kebaikan-kebaikan yang harus diteruskan dan diwariskan, sementara salahsatu dari kita menunggu untuk menyusul takdir yang ditetapkan.
“Santo, hidup yang tidak dipertarungkan, mustahil akan terjadi kemenangan, meskipun kekalahan bukan menjadi akhir dari semuanya, karena semua akan berkahir ketikan kita tidak melakukan apa-apa Santo.”
“Semoga kita dapat dengan ikhlas menerima takdir yang baik bahkan maupun buruk dengan sadar bahwa semuanya berasal dari Yang Maha Kuasa, dan mari kita mengingat bahwa do’a yang terbaik adalah terimakasih.”
“Aku pun siap menerima takdir yang semoga juga kuanggap ini adalah sesuai yang digariskan Tuhan pula Santo. Tiada skenario yang buruk asalkan kita dapat menerima dengan semua kesadaran, begitulah mari kita melangkah”
***
Tak disangka mereka datang secara bersamaan di kedai yang sebelumnya mereka telah merencanakan untuk bertemu, suasana begitu sejuk mendung yang mengantarkan mereka selama dalam perjalanan, tak rela untuk segera menghujani, sebelum mereka sampai ke tempat tujuan, kedai berkonsep joglo khas jawa, kebetulan waktu mereka datang terputar sebuah lagu terputar dari iwan fals
…..
Dia tahu dia rasa
Maka tersenyumlah kasih
Tetap langkah jangan hentikan
Cinta ini milik kita
…..
bunga bunga menghisasi tiap sudut ruangan, lukisan keempat lakon ponokawan Semar, Petruk, Gareng dan Bagong yang terpampang di tembok kasir layaknya menyambut tiap pelanggan yang datang silih berganti, Sinta dan Santo, mereka pun memulai percakapan untuk sekedar basa-basi sampai dengan berbincang tentang berbagai hal kehidupan.
“Hai mas…” Sapa Sinta.
MS Ulil Absor Pertapa di Kedai Saptawikrama