KH. Sahal Mahfud: Bapak Fiqh Sosial Abad Ini


Notice: Trying to get property 'post_excerpt' of non-object in /home/dawuhgur/domains/dawuhguru.co.id/public_html/wp-content/themes/wpberita/template-parts/content-single.php on line 98

Oleh: Eko David Syifaur Rohman

Kiai sahal Mahfud merupakan salah satu figur unggulan pondok pesantren di Indonesia. Betapapun keberadaan pesantren yang pernah dianggap sebelah mata, kini pesantren dengan Pendidikan khasnya menghasilkan output yang luar biasa dalam merubah tatanan sosial masyarakat sekitar. sejarah membuktikan pesantren menjadi markas besar pemrosesan intelektual, perjuangan dan spirit nasionalisme yang ditanamkan dalam diri santri. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ariy, Syakhona Kholil Bangkalan, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Abbas Buntet, KH Munawir Krapyak, KH Ahmad Dahlan, KH Wahid Hasyim, KH Abdurrahman wahd, KH Mahrus Ali, KH Siraj dan KH Bisri Mustofa hanya sekilas output pesantren yang mampu menerangi Indonesia dengan kebersahajaan moral dan kedalaman ilmu yang dimiliki. Tak terkecuali KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfud (selanjutnya ditulis Kiai saha). Kehadiran kiai sahal sebagai ulama menjadi acuan dalam merefleksikan nilai nilai pesantren maupun aksentuasi kehidupan lainnya.

Senada dengan itu, menurut Horikoshi dalam buku A Traditional Leader in Time of Change: The Kia aji and Ulama in West Java, menjelaskan kyai tidak hanya berperan sebagai broker, namun bahkan berperan kreatif dalam perubahan sosial. Bukan karena kyai mencoba neredam akibat perubahan yang terjadi, melainkan justru karena mempelopori perubahan sosial dengan caranya sendiri. Bukannya melakukan penyaringan informasi, namun menawarkan agenda perubahan yang dianggap sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat yang dipimpinnya. Kyai bukan kurang berperan karena menunda datangnya perubahan melalui proses penyaringan informasi, melainkan ia sepenuhnya berperan karena ia mengerti bahwa perubahan sosial adalah perkembangan yang tak terelakkan. Tak terkecuali kiai sahal Mahfud itu sendiri

Keberadaan kiai sahal sebagai kiai, ulama dan pemimpin tidak diragukan lagi sepak terjangnya. Jam terbang kiai sahal dalam dunia kepemimpinan mengantarkannya pada gagasan luar biasa dalam memformulasikan nilai nilai pesantren dengan keindonesaan. MUI, dan pengurus PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) merupakan objek aktualisasi kepemimpinan kiai sahal dalam mencurahkan ilmu yang dimiliki. Pergulatan kebangsaan, keindonesaan, keagamaan mendapatkan porsi spesial di mata kiai sahal hingga puncaknya tidak mengherankan jika gagasan gagasannya di bidang ekonomi, sosial dan kepemimpinan khususnya nilai nilai pesantren menekankan pada fleksibilitas, inklusifitas dan inovasi pesantren. Inilah bukti nyata bahwa pesantren dengan karakteristik pengajarannya mampu bersanding dan menjawab tantangan sosial dengan berbagai metode maupun pendekatan yang diimplementasikan. Begitu juga pada aspek kehidupan lainnya.

Baca Juga  Biografi Lengkap Syaikh Muhammad Arif Beserta Pengaruhnya

Kepakaran kiai sahal sebagai ulama yang memilih menggunakan jalur paradigma rasionalis serta menitikberatkan pada pendekatan filosofis dengan titik tekan bidang ushul fiqh terlihat jelas dalam karya Thariqatul Husul ala Lubbil Ushul, catatan kitab karya Imam Zakariya al Anshari yang berjudul Lubbul Ushul, dan juga kitab al Bayan al Mulamma fi Syarhil Luma yang tidak lain adalah hasil olah rasio berupa catatan ilmiah karya al syairozi di bidang ushul fiqh. Dari hasik kerja intelektual yang dilakukan kiai sahal inilah yang kelak akan melahirkan konsepsi baru, yaitu fiqh sosial.

Dalam paparannya, kiai sahal menjelaskan dalam bulletin al fikrah dengan judul Aktualisasi Fiqh dalam Era Transformasi Sosial bahwa posisi fiqh sebagai sumber hukum islam saat ini. dengan jelas mengurai bahwa ajaran syari’at yang tertuang dalam fiqh, sering terlihat tidak searah dengan bentuk kehidupan yang praktis sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh pandangan fiqh yang terlalu formalistik. Karena itu, sesuai dengan watak dan proses ijtihadnya, maka perubahan cara pandang terhadap terhadap fiqh sehingga menjadi lebih realistis dan dinamis, sangat dimungkinkan dan diperlukan. Dengan demikian, fiqh dapat dioptimalkan dan diaktualisasikan sebagai tata nilai dan prilaku dalam kehidupan sosial yang terus berkembang. Kalau itu tidak dilakukan, maka kemungkinan nantinya fiqh hanya akan menjadi rujukan dalam aspek ubudiyah saja atau tinggal dikenang sebagai peninggalan sejarah.

Eksistensi fiqh sebagai sumber syariat islam tidak hanya bisa didekati dengan pola legal-formal. Melainkan dibutuhkan pendekatan yang humanis untuk bisa menyentuh problematika kehidupan ummat manusia secara umum tanpa harus menegasikan fiqh sebagai sumber istimbatul hukum. Oleh karena itu, fiqh dan ushul fiqh sama sama menjadi poros utama dalam merumuskan Langkah solutif persoalan hukum agar membumi dan memasyarakat.

Baca Juga  Kisah Pernikahan KH. Abdul Karim Lirboyo dengan Nyai Dlomroh

Pergeseran pemahaman fiqh yaitu fiqh sebagai bentuk kebenaran teks suci menjadi paradigma pemaknaan sosial sekaligus sebagai counter of discourse memiliki semangat humanis. Dalm artian, fiqh idealnya akrab dengan persoalan keummatan membuat sebagian besar masyarakat lebih nyaman dan tidak takut dengan sindrom fiqh sebagai panglima hukum sosial. Inilah yang menjadi titik tekan kiai sahal dalam menrumuskan secara serius peran maupun urgensitas fiqh jika hanya dipandang dalam pendekatan normatif.

Kiai sahal memberikan beberapa ciri fiqh sosial yang menonjol yaitu interpretasi teks fiqh secara kontekstual, perubahan pola bermazhab dari qouliy (ucapan) ke manhaji (kontekstual), perubahan mendasar mana ajaran pokok atau cabang, fiqh hadir sebagai etika sosial bukan sebagai hukum positif negara dan terakhir pengenalan metodologgis pemikiran filosofis terutama dalam masalah budaya dan sosial.

Munculnya teori fiqh sosial yang digagas oleh kiai sahal tidak hadir dalam ruang kosong belaka. Tetapi ada ikhtiar, ijtihad dan upaya keras yang dilakukannya bertahun tahun lamanya. Tidak berlebihan jika jamal Ma’mun dalam buku Biografi Intelektual KH MA sahal Mahfud; Pergulatan Fikih sosial dalam realitas empiris menjelaskan bahwa pergulatan intelektual kiai sahal dalam merumuskan konsep ini sangat panjang. Teks teks klasik dalam kitab kuning yang menjadi inspirasi dan ide dipahami secara filosofis, historis dan progresif untuk menemukan spirit Syariah yaitu kemaslahatan ummat yang menjadi poin utama. Oleh karena itu, teks kitab kuning harus dikembalikan kepada esensinya sebagai pemandu dan perekat menuju realisasi kemaslahatan secara universal. Kemaslahatan merupakan hasil empiris bukan normatif sehingga puncak dari sebuah kemaslahatan tidak lain adalah mendatangkan kemanfaatan dan mencegah kerusakan baik dunia maupun akhirat.

Fiqh sosial merupakan kombinasi epik antara aktualisasi-kontekstualisasi yang selama ini diperjuangkan oleh kiai sahal. Gagasan fiqh sosial yang dimunculkan oleh kiai sahal  memberikan stressing pada implementasi riil teori maslahat dengan   ketiga   kategorinya yaitu primer, sekunder dan komplementer. Dari ketiga konsep tersebut,  muncul spirit baru dalam mengedepankan teori maslahat ketika mengkaji fiqh dan mengembangkannya menjadi lebih baik sesuai tuntutan zaman.

Baca Juga  Biografi Lengkap Umar Said Tjokroaminoto Beserta Ajarannya

Oleh sebab itu, Gagasan ini secara implisit mengingatkan kepada kita kepada realitas dan fenomena yang ada saat ini, bahwa makin banyak produk hukum fiqh yang implementasinya tidak mewujudkan maslahat, dan makin banyak produk fiqh yang tidak mengacu kepada konsep maslahat, yang tidak lain karena selama ini terkungkung kepada nash-nash turats yang dipahami secara tidak metodologis.

Fiqh sosial yang digagas oleh kiai sahal merupakan gagasan brilian, inovatif dan menarik untuk dikaji, difahami lebih dalam serta dikomparasikan dengan qaidah lain dalam ajaran islam. Bagaimanapun tujuan mulia kiai sahal dengan fiqh sosialnya, masih dibutuhkan catatan kritis khususnya realita sosial masih banyaknya fanatisme buta dalam memandang fiqh sebagai satu satunya prodak hukum suci yang saklek, kaku dan ekslusif. Fiqh sosial bisa sja tersampaikan dengan baik kepada pesantren yang setiap harinya aktif dan bergelut dengan turats islami maupun pesantren dengan orientasi pengembangan fiqh dengan mengintegrasikan dengan tema tema yang up to date. Oleh karenanya, dengan hadirnya fiqh sosial, sebagai santri pesantren, kita harus mampu mengambil pelajaran penting atas pergulatan fiqh di tataran sosial masyarakat yang diperjuangkan dengan gigih oleh kiai sahal. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan