Kepak Sayap Umar Saif di Pakistan

Kolom Jumat Damhuri Muhammad - Dawuh Guru

Penulis: Damhuri Muhammad

“Anda tidak akan diingat atas apa yang telah Anda publikasikan, tapi oleh apa yang telah Anda buat. Ini salah satu pelajaran yang saya bawa ke Pakistan,” kata Umar Saif pada  Peter High, dalam sebuah wawancara pada tahun 2014, sebagaimana dikutip dalam artikel  A Professor With A Western Past Remakes Pakistan’s Entrepreneurial Future yang tersiar di www.forbes.com (3/2/2014). Cendekiawan muda kebanggaan Pakistan itu seperti sedang menegaskan bahwa di kurun mutakhir yang menyisakan banyak persoalan ini, aspek fungsional ilmu pengetahuan lebih penting daripada aspek metateoretiknya. Sikap realistis pemegang gelar Ph.D bidang Ilmu Komputer dan Kecerdasan Buatan dari University of Cambridge itu bukan isapan jempol belaka. Setelah bertahun-tahun meninggalkan tanah air, dan mendedikasikan keahliannnya di MIT Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory, AS (bersama Anant Agarwal dan sejumlah profesor ilmu komputer dan kecerdasan buatan legendaris lainnya) ia berkeputusan untuk pulang ke negara asalnya dengan segenap visi futuristik yang mengejutkan. Dan begitulah, sejak 2005, Umar Saif mulai membuat sejumlah terobosan di Pakistan.

Masa itu, di Pakistan, bandwidth telpon rumah rata-rata hanya sekitar 32 kilobyte per detik. Diperlukan lebih dari 20 menit untuk mengunduh berkas sebesar 5 megabyte, dengan asumsi koneksi tidak terputus selama waktu itu, seperti yang sering terjadi. Untuk menghilangkan frustrasi karena internet yang begitu lelet, Umar Saif mengembangkan BitMate. Sebuah perangkat lunak yang memungkinkan pengguna berbeda di area yang sama dapat mengumpulkan  bandwidth koneksi mereka guna mengurangi waktu unduh (biasanya hingga setengahnya). Dirilis pada Februari 2011, BitMate telah diunduh lebih dari 30.000 kali oleh pengguna di 173 negara.

Sebagian besar penelitian Saif difokuskan pada Information and Communication Technology for Development (ICTD) di Pakistan. Beberapa tahun setelah kepulangannya, kelompok peneliti yang dipimpin Saif di Lahore University of Management Sciences (LUMS) telah tercatat sebagai salah satu kelompok peneliti teratas.  Sebelumnya, Saif membuat layanan yang menghubungkan ponsel ke dalam sebuah grup percakapan daring sehingga pesan SMS massal dapat dikirimkan. Sejak diluncurkan pada 2008, layanan itu telah digunakan untuk mengirim hampir empat miliar SMS ke sekitar 2,4 juta pengguna di Pakistan, dan layanan yang kemudian dikenal dengan nama   SMSall  itu  telah digunakan untuk mengoordinasikan protes, menemukan orang hilang, termasuk mengorganisir program donor darah nasional.

Baca Juga  Yang Bersetia pada Takhayul

Setelah bertahun-tahun menimba pengalaman di MIT Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory, Umar Saif kembali berkhidmat di Lahore University of Management Sciences (LUMS), Pakistan.  Di tanah asalnya itu, ia membangun ekosistem inovasi sebagai basis iklim kewirausahaan yang sebanding dengan apa  ia temukan di MIT. Di Lahore University of Management Sciences (LUMS), menurut Saif, para mahasiswa topnya setara dengan mahasiswa top di MIT, hanya saja mereka belum menyadari potensi yang mereka miliki. Kisah Umar Saif ini menjadi inspirasi bagi sejumlah pengusaha di Pakistan, dan banyak di antaranya telah memulai bisnis dengannya. Umar Saif  dinobatkan sebagai Pemimpin Muda Global (Young Global Reader) oleh World Economic Forum pada 2010, terpilih sebagai salah satu dari 35 inovator muda teratas di dunia oleh MIT Technology Review pada 2011 dan pada tahun yang sama ia menerima Google Faculty Research Award.

Saif menyelesaikan sarjana di LUMS, Pakistan. Perguruan tinggi yang masih baru masa itu. Ia berada di gelombang kedua program sarjana, dan menjadi lulusan LUMS pertama yang kemudian berhasil meraih gelar Ph.D di luar negeri. Saif tercatat sebagai mahasiswa jurusan ekonomi, tapi kemudian terpesona oleh teknologi. Saif membuat kode setiap hari dan melihat kode-kode itu bekerja. Itulah yang membuat ia begitu terpikat pada ilmu komputer. Segera setelah menyelesaikan gelar sarjananya, Saif mendaftar ke MIT, satu-satunya perguruan tinggi luar negeri yang ia lamar, sebagai tanda kekagumannya pada tempat itu. Di MIT, seorang profesor mendorongnya untuk mendaftar ke Universitas Cambridge, dan Saif diterima. Ia meraih gelar Ph.D saya tiga tahun kemudian, dan selanjutnya melamar program pasca-doktoral di MIT, dan sekali lagi ia diterima. Segera setelah itu, Saif bergabung dengan lembaga riset di MIT yang dikenal dengan Oxygen Project, sebuah proyek besar yang bertujuan membuat komputasi di mana-mana hingga keberadaannya seperti oksigen dalam kehidupan umat manusia. Aktivitas riset dan komputasi yang ia giatkan sedemikian rupa sejak ia pulang ke Pakistan, tampaknya masih jadi bagian dari semangat Oxygen Project.

Dalam catatan kolumnis M Bilal Lakhani (2018) bertajuk Why Umar Saif is an extraordinary Pakistani, berbagai terobosan yang dilakukan Saif di Pakistan telah mendorong transparansi sektor layanan publik. Namun, birokrasi yang bersih dan efektif tampaknya menjadi ancaman bagi sebagian orang di Pakistan. “Ibarat burung yang terbang terlalu tinggi,” kata Bilal, “Sayap Umar harus dipatahkan…” Pada Agustus 2017, sebutir peluru penembak jitu menembus jendela kantornya di lantai 19 dan mendarat hanya beberapa inci dari kursi kerjanya. Menurut Bilal, peluru itu salah satu bentuk intimidasi atas visi futuristik Saif, tapi itu sama sekali tidak menyurutkan semangatnya.

Baca Juga  Yang Melarikan Diri dari Kutukan

Atas berbagai terobosan yang dipelopori Saif di Pakistan,  pada tahun 2011, ia didaulat menjadi Ketua Dewan Teknologi Informasi Punjab (PITB), guna memimpin semua proyek TI sektor publik di provinsi Punjab. Tak lama kemudian, tepatnya pada 2013, Saif diangkat sebagai wakil rektor Universitas Teknologi Informasi (ITU) Pakistan. Padausia 34, ia menjadi wakil rektor termuda. Saif telah mencapai banyak hal, tetapi, seperti yang ia jelaskan, itu semua baru saja memulai. “Negara ini membutuhkan reformasi radikal,” kata Umar suatu ketika. “Itu tidak akan datang dari mengkritik atau berkhutbah…”

Karya penting Saif yang lain adalah penggunaan teknologi guna memerangi demam berdarah ketika wabah berbahaya itu menyerang Pakistan pada kuartal terakhir tahun 2011. Epidemi itu telah berdampak pada lebih kurang 21.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 300 kematian. Untuk mencegah wabah semakin meluas, PITB mengembangkan aplikasi (berbasis android) untuk menghimpun informasi real-time tentang pencegahan jentik, deteksi dan aktivitas kebersihan masyarakat. Dengan aplikasi itu, petugas lapangan dapat mengambil foto geo-tag dari area yang ditunjuk untuk pengawasan demam berdarah. Mereka diminta mengidentifikasi titik-titik perkembangbiakan larva dan menyingkirkannya. Sebagai bagian dari proses akuntabilitas, mereka diminta untuk menyerahkan dua foto dalam proses itu, yang menunjukkan situasi sebelum dan sesudah tindakan dilakukan. Aliran data yang dikirimkan melalui aplikasi seluler akan di-plot di peta Google secara real time karena aplikasi seluler menangkap garis lintang dan garis bujur beserta foto-fotonya. Solusi pembangkit peringatan yang melihat variabel kunci seperti keberadaan larva positif, kelembaban dan suhu, dikembangkan untuk menghasilkan peringatan secara proaktif dan menyebarkan informasi penting kepada semua pemangku kepentingan.

Fokus pengajaran dan penelitian lintas disiplin di kampus yang dipimpin Saif, diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah yang relevan secara lokal. Hampir semua riset yang dilakukan, berdampak pada dunia keseharian warga Pakistan. Salah satu program utama di universitas tersebut adalah Lab Desain, di mana mahasiswa bekerja dengan organisasi akar rumput untuk membangun solusi atas masalah-masalah seperti air bersih, perawatan kesehatan ibu, termasuk solusi energi. Sebagai pengajar, Saif tidak terlalu menyukai mahasiswa yang menulis makalah tentang hal-hal yang sebenarnya tak bisa digunakan dalam kehidupan keseharian, oleh karena itu setiap aktivitas risetnya berupaya melampaui level makalah penelitian.

Baca Juga  Jalan Kenabian

PITB mengutamakan sinergi antara perguruan tinggi, dunia industri, dan pemerintah sebagai penyokong utamanya. Demikian pula kurikulum yang dikembangkan, di mana kelak para lulusannya mampu menjawab kebutuhan yang relevan dengan ekosistem kewirausahaan yang telah terbangun di Pakistan.  Apa yang dipelopori oleh Umar Saif di Pakistan hampir sama dan sebangun dengan visi futuristik para pelopor ekosistem inovasi di India, jauh sebelumnya. Cara menguji keberhasilan mereka tidak sulit, silahkan periksa para software-engineer yang saban hari bekerja di belakang platform e-commerce unicorn (semacam Gojek dan Tokopedia) yang berbasis di Jakarta, hampir tidak mungkin menemukan software-engineer lokal di sana, karena yang dianggap telah teruji kemampuannya adalah anak-anak muda dari India, termasuk dari Pakistan, tanah asal Umar Saif. Nah…

Damhuri Muhammad

Kolumnis

Tinggalkan Balasan