Esai  

Kebangkitan Jimat

Oleh: Fathul H. Panatapraja

Mendadak ramai spirit doll yang dihembuskan oleh gaya hidup dan hobi terbaru para selebritis. Beramai-ramai mereka mengoleksi boneka-boneka yang katanya berarwah. Seperti Ivan Gunawan hingga Lucinta Luna ramai-ramai mengadopsi boneka arwah tersebut dan merawatnya seperti anak sendiri. Mereka juga mengunggah kebersamaan dengan boneka itu di media sosial.

Fenomena benda yang dikhususkan, dikeramatkan atau dijimatkan sudah purba diketahui. Benda mati yang membawa kehidupan. Bahkan kehidupan ini ada lantaran kematian itu terjadi. Kebaikan dan keburukan sering dipilah juga dalam dunia arwah. Ada yang membaginya menjadi dua tipologi: angelic dan demonic. Juga biasa disebut dengan khodam.

Ini fenomena menarik karena dihembuskan dari atas, dari para selebritis yang sehari-hari muncul di layar genggam hiburan masyarakat. Selama ini fenomena jimat bertebaran di arus bawah masyarakat dan dideskreditkan dengan campuran kekerasan verbal berupa klenik dan sebutan irasional. Sehingga para pemilik jimat terpojok dan secara rendah hati mereka mengatakan bahwa yang dimiliki hanyalah karya seni belaka. Di negeri kita ini, sangat kaya akan fenomena yang terkait dengan benda-benda yang dikeramatkan semacam ini.

Kain Merah Sang Panglima

Di dunia Islam, kita sangat mengenal nama Khalid bin Walid sang panglima perang yang paling viral di zamannya. Jamak diketahui bahwa dalam setiap peperangan ia selalu membawa kain merah. Suatu hari Khalid bin Walid yang memiliki gelar masyhur Saifullah Al-Maslul (pedang Allah yang terhunus) itu memimpin perang Yarmuk yang berlangsung selama enam hari.

Di hari keempat peperangan, Khalid sempat terlihat panik saat ia membantu Syurahbil menggempur legiun Bizantium. Kepanikannya penuh dengan kekhawatiran sehingga raut muka Khalid tertangkap oleh salah seorang pasukannya yang kemudian bertanya mengapa ia tampak aneh seperti itu.

Baca Juga  Isu Wujudiyah dalam Panggung Sejarah Politik di Jawa

“Kain merahku terjatuh”, kata sang panglima perang. Sambil ia terus berperang sesekali matanya menerka sekeliling medan pertempuran. Pasukan yang mendengar ucapan Khalid tersebut turut membantu mencarinya. Akhirnya kain tersebut ditemukan. Sembari membawakan kain merah tersebut, seorang pasukan bertanya: “Wahai Saifullah, kiranya apa yang tersimpan dalam kain merah yang dibungkus ini?”.

Khalid pun menjawab: “Dalam kain ini tersimpan helai-potongan rambut Kanjeng Nabi”. Secara sengaja Khalid memang menganggap rambut Kanjeng Nabi tersebut mempunyai energi yang selalu membersamai.

Dari Boneka Arwah Hingga Batu Pembantu

Fenomena boneka arwah yang ramai digunjingkan hari ini adalah sebuah kenyataan bahwa di mana manusia sebesar apapun tetaplah memiliki sisi kesendirian. Sisi kesendirian ini adalah sisi lain dari pribadi manusia pada umumnya. Mereka membutuhkan tambatan terhadap benda, entah yang dianggapnya sebagai kepemilikan khusus maupun tingkat kepercayaan tertentu.

Boleh jadi, benda yang dimiliki menyimpan lipatan sejarah, dongeng yang bertuah, atau bentuk yang memikat perasaan. Jika dilihat dan diteliti dari perspektif ilmu-ilmu humaniora akan banyak sekali yang bisa diambil sebagai objek kajian. Tapi sayangnya, karena logika barat sudah sedemikan gawat mengacak-acak alam pikiran kita, sebagaimana yang sering terjadi di mana orang memasuki tata-widya filsafat timur menggunakan pisau bedah epistemologi barat, akhirnya mental dan tak manunggal.

Dari carut-marutnya logika berpikir yang tumpang tindih tersebut juga mengakibatkan hilangnya aset-aset bendawi maupun non bendawi yang sudah lama dimiliki oleh leluhur negeri ini. Dan itu sudah terjadi selama ini.

Saat saya masih kecil, saya sering menjumpai ucapan dari para orang tua, “ambillah batu, lalu masukkan ke saku!”, peristiwa itu terjadi saat seseorang kebelet ingin buang air besar, namun kondisi dan tempat tak mendukung sehingga harus menahan. Akhirnya batu apapun yang diambil akan diyakini dapat membantu menahan rasa untuk buang air besar. Keyakinan tersebut membentuk seluruh alam pikir dan organ tubuhnya untuk mengiyakan.

Baca Juga  Habib Ja’far, Dimensi Ruang Islam Toleran

Salahkah jika seseorang meyakini sesuatu? Atau kebenaran adalah saat di mana kita menyalahkan sesuatu yang kita anggap salah.

Tinggalkan Balasan