Oleh : Wachyuni
(Alumni Pesantren Ngalah)
Pondok pesantren Ngalah adalah nama lain dari pondok pesantren Darut Taqwa yang di asuh oleh KH M. Sholeh Bahruddin sekaligus pendiri. Pesantren ini didirikani pada tahun 1985 berlokasi di Sengonagung Purwosari Pasuruan. Umur yang relatif muda dalam pertumbuhan pesantren, akan tetapi memiliki unit pendidikan yang cukup lengkap serta variatif. Pesantren yang mengkombinasikan pendidikan formal dan salaf ini telah mampu berkembang sangat pesat, lebih nampak lagi dengan adanya pendidikan formal perguruan tinggi Universitas Yudharta Pasuruan di tengah yayasan pondok pesantren Darut Taqwa tersebut. Selain itu, jama’ah thoriqoh yang selalu rutin dalam melakukan pengajian dan ritual tiap hari Senin (Senenan) atau Selasa (Slosoan) adalah mercusuar tersendiri yang tidak dimiliki pesantren manapun di Pasuruan.
Santri yang berjumlah ribuan telah menjadi aset tersendiri atas perkembangan pondok pesantren Ngalah. Bahkan alumni yang sudah memiliki sepak terjang segala bidang di penjuru nusantara ini telah menggenggam dawuh sang kyai. Semua pesan kyai sudah terekam oleh santri beserta alumni dan semua yang terikat dalam lembaga yayasan pondok pesantren Darut Taqwa (Ngalah). Bentuk pesan sang kyai juga sangat beragam, tentang ilmu pengetahuan, hidup berdampingan, ibadah, tata krama, bernegara, berorganisasai, atau juga yang tidak kalah penting adalah pesan atau nasihat tentang pernikahan bagi santri Ngalah.
Pesantren Ngalah memang memiliki keunikan tersendiri, ada yang bilang pondok tersebut adalah “pondok jodoh” yaitu pondok ketemunya jodoh. Kebanyakan alumni pondok Ngalah menikah dengan sesama alumni pondok pesantren Ngalah, bahkan juga seringkali jika ada jama’ah senenan (mengaji terbuka umum di hari Senin) atau slosoan (mengaji hari Selasa) yang anaknya belum menikah mencari jodohnya ke pesantren Ngalah.
Santri yang berjumlah ribuan tersebut selalu dibekali nasihat serta diberi teladan langsung oleh pengasuh. Dalam urusan pernikahan, santri Pondok Pesantren Ngalah pasti tidak asing dengan nasihat beliau (KH M Sholeh Bahruddin) “ojo wayuh, aku gak wayuh, tiruen”. Inilah yang selalu dijadikan standart umum sekaligus sesuatu yang primer bahwa pernikahan itu adalah berbicara tentang sepasang suami dan istri. Dalam rumah tangga yang kian hari kian menemukan apa saja tantangan, tetap seorang suami harus bertahan sabar serta bijaksana. KH M. Sholeh Bahruddin mengumpamakan rumah tangga itu seperti berlayar, semakin hari semakin berada di titik tengah lautan yang jauh dari teman sejawat dan sanak famili. Kemudian ombakpun menampar perahu, baik ombak kecil maupun ombak besar. Intinya rumah tangga itu selalu akan menjumpai masalah, bisa kecil bisa juga besar, jika sudah demikian maka sang nahkoda (kepala keluarga/seorang suami) harus memiliki dua sikap yaitu sabar dan bijaksana.
Menurut beliau, orang berumah tangga itu tidak hanya cukup memiliki sikap sabar, akan tetapi juga harus memiliki sikap bijaksana sebagai penyangga kekokohan rumah tangga. Jika dua sikap tersebut dimiliki maka yang terjadi adalah ketenangan, ketentraman, kedamaian, kebahagiaan dalam pernikahan. Sikap bijaksana itu tentu merupakan rangkaian dari beberapa sikap positif lainnya, diantaranya yang paling urgen adalah ilmu pengetahuan, ketrampilan, kemandirian, kedewasaan, pengertian. Bukan sesuatu yang amat muda melakukan hal yang bijak, namun tetap harus dilatih agar bisa mencapai sikap bijaksana yang sempurna. Jika sudah bijaksana bergandengan dengan sikap sabar maka hasilnya adalah kedamaian.
Langkah selanjutnya agar perahu yang sedang berlayar di tengah lautan (begitu ibarat dari pernikahan yang disampaikan oleh KH. M Sholeh Bahruddin) adalah tidak perlu poligami karena itu akan membuat perahu terombang ambil tidak terkendali (ojo wayuh, iki podo karo ngombang ambingno kapal seng wes tenang). Pesan agar para santrinya tidak poligami ini tidak hanya disampaikan sekali dua kali, namun berkali-kali bahkan dalam dokumen mediapun hal ini seringkali muncul dalam setiap pengajian. Kemungkinan menjadi ingatan yang cukup tajam agar semua santrinya merasakan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pesan edukasi itu tidak hanya untuk santri yang bermukim di pondok pesantren Ngalah saja, akan tetapi juga untuk para jama’ahnya yang istiqomah mengikuti semua pengajian di pesantren Ngalah.