“Jangan sampai kehilangan moralmoral hanya karena ingin viral.”
Gus Rifqil Muslim Suyuthi
Di era digital saat ini, menjadi viral sering kali dianggap sebagai pencapaian yang besar. Media sosial memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk menjadi pusat perhatian dalam sekejap. Namun, kutipan “Jangan sampai kehilangan moral hanya karena ingin viral” mengingatkan kita akan bahaya besar di balik obsesi untuk menjadi viral. Kehilangan nilai-nilai moral demi popularitas sesaat bisa membawa dampak buruk yang lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh.
Dalam perspektif Islam, menjaga moral dan akhlak adalah hal yang sangat penting. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 195, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah; sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” Ayat ini menekankan pentingnya berbuat baik dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri, termasuk kehilangan moral demi kepentingan duniawi seperti ketenaran.
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya akhlak yang baik. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk mengajarkan dan menyempurnakan akhlak manusia. Oleh karena itu, menjaga moral dan akhlak dalam setiap aspek kehidupan, termasuk di dunia digital, adalah kewajiban bagi setiap Muslim.
Di era media sosial, godaan untuk menjadi viral sangat besar. Banyak orang yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan perhatian dan pengakuan dari netizen. Namun, penting untuk diingat bahwa popularitas di dunia maya sering kali bersifat sementara dan tidak sebanding dengan kerugian moral yang bisa terjadi. Ketika seseorang melakukan hal-hal yang tidak etis atau melanggar norma-norma moral demi menjadi viral, dampaknya bisa sangat merusak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam budaya Indonesia, nilai-nilai moral dan etika sangat dijunjung tinggi. Banyak tokoh budayawan yang menekankan pentingnya menjaga moral dan etika dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu tokoh budayawan terkenal Indonesia, R.A. Kartini, pernah berkata, “Tiada pelajaran yang lebih baik bagi kita selain kehidupan yang baik.” Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa nilai-nilai moral dan kehidupan yang baik adalah pelajaran terpenting yang harus kita pegang teguh, bahkan di era modern yang penuh dengan godaan untuk mencari ketenaran instan.
Selain itu, kebudayaan Indonesia kaya dengan nilai-nilai kearifan lokal yang mengajarkan pentingnya menjaga moral dan etika. Misalnya, dalam falsafah Jawa, dikenal konsep “nrimo ing pandum” yang berarti menerima dengan ikhlas apa yang telah diberikan oleh Tuhan, dan “tepa selira” yang berarti toleransi dan saling menghormati. Nilai-nilai ini mengajarkan kita untuk tidak mudah tergoda oleh hal-hal duniawi seperti ketenaran, melainkan lebih fokus pada menjaga keharmonisan dan integritas diri.
Keinginan untuk menjadi viral sering kali mendorong orang untuk melakukan tindakan yang melampaui batas-batas moral. Misalnya, menyebarkan berita hoaks, melakukan prank yang merugikan orang lain, atau memposting konten yang tidak pantas hanya demi mendapatkan perhatian. Tindakan-tindakan seperti ini tidak hanya merusak reputasi pribadi tetapi juga bisa berdampak negatif pada masyarakat secara luas.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang munkar.” (QS. An-Nur: 21). Ayat ini mengingatkan kita bahwa mengikuti hawa nafsu dan godaan setan bisa membawa kita pada perbuatan yang tercela. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu waspada dan tidak terpengaruh oleh godaan untuk melakukan hal-hal yang tidak bermoral demi popularitas.
Selain itu, Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya menjaga lisan dan perbuatan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” Hadits ini mengingatkan kita untuk selalu menjaga ucapan dan tindakan agar tetap dalam batas-batas kebaikan dan moralitas.
Dalam konteks media sosial, menjaga lisan berarti berhati-hati dalam setiap postingan, komentar, atau konten yang kita bagikan. Setiap kata dan gambar yang kita unggah dapat memiliki dampak yang besar, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, penting untuk selalu berpikir dua kali sebelum memposting sesuatu dan memastikan bahwa apa yang kita bagikan tidak melanggar nilai-nilai moral dan etika.
Di era digital ini, tokoh-tokoh budayawan Indonesia juga sering kali menyuarakan pentingnya menjaga etika di dunia maya. Misalnya, Butet Kartaredjasa, seorang seniman dan budayawan Indonesia, sering kali mengingatkan pentingnya menjaga kesantunan dan etika dalam berkomunikasi, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Dalam salah satu wawancaranya, Butet mengatakan, “Media sosial adalah cermin dari diri kita. Apa yang kita unggah mencerminkan siapa kita sebenarnya.” Pernyataan ini mengajarkan kita bahwa apa yang kita lakukan di media sosial mencerminkan nilai-nilai dan kepribadian kita, sehingga penting untuk selalu menjaga etika dan moral dalam setiap tindakan kita.
Selain menjaga moral, penting juga untuk membangun kesadaran akan dampak dari tindakan kita di media sosial. Sering kali, demi menjadi viral, seseorang tidak menyadari dampak negatif yang ditimbulkan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Konten yang merendahkan, menyebar kebencian, atau memicu konflik bisa membawa dampak yang sangat merugikan. Oleh karena itu, kesadaran akan dampak dari setiap tindakan kita sangat penting untuk menjaga keharmonisan dan kedamaian di masyarakat.
Kita juga harus mengingat bahwa popularitas yang dicapai dengan cara yang tidak bermoral tidak akan bertahan lama. Sebaliknya, integritas dan moralitas yang baik akan membawa kebaikan dan keberkahan yang lebih langgeng. Seperti yang diungkapkan oleh Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), seorang tokoh ulama dan mantan Presiden Indonesia, “Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” Pernyataan ini menekankan pentingnya berbuat baik dan menjaga moral dalam setiap tindakan kita, karena itulah yang akan dikenang dan dihargai oleh orang lain.
Sebagai penutup, menjaga moral dan etika di era digital adalah tantangan yang harus dihadapi dengan bijaksana. Keinginan untuk menjadi viral dan mendapatkan perhatian di media sosial tidak boleh mengorbankan nilai-nilai moral yang kita junjung tinggi. Dengan berpegang pada ajaran agama, kearifan lokal, dan nasihat dari para tokoh budayawan, kita dapat menjaga integritas dan berbuat baik dalam setiap aspek kehidupan, termasuk di dunia maya. Semoga dengan demikian, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar kita.