“Jangan hanya menilai orang dari luarnya saja, tapi juga dari dalamnya. Karena penampilan bisa menipu, tapi hati tidak bisa berbohong.”Gus Iqdam Muhammad
Allah SWT mengajarkan dalam Al-Quran bahwa penilaian sejati berasal dari hati dan bukan dari penampilan luar. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan seseorang di hadapan Allah ditentukan oleh ketakwaannya, bukan oleh penampilan atau status sosial.
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya hati dalam menilai seseorang. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim). Hadis ini mengajarkan bahwa penampilan luar dan kekayaan bukanlah ukuran yang sejati, melainkan kebersihan hati dan kebaikan amal perbuatan.
Sejarah mencatat banyak tokoh besar yang mengajarkan kita untuk menilai seseorang berdasarkan hatinya. Salah satunya adalah Mahatma Gandhi. Gandhi, dengan prinsip non-kekerasan dan kebenarannya, selalu menekankan pentingnya hati dan moralitas. Ia pernah berkata, “Hati adalah tempat di mana Tuhan tinggal. Jangan biarkan hati menjadi kotor oleh keserakahan, kebencian, dan prasangka buruk.” Kata-kata Gandhi ini mengingatkan kita bahwa hati yang bersih dan tulus adalah kunci dalam menilai dan memahami seseorang.
Selain Gandhi, tokoh nasional Indonesia seperti Gus Dur juga mengajarkan kita pentingnya melihat ke dalam hati seseorang. Gus Dur, yang dikenal sebagai tokoh pluralis, pernah mengatakan, “Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan tanya apa agamamu.” Kata-kata ini menunjukkan bahwa yang terpenting adalah kebaikan hati dan tindakan yang bermanfaat bagi sesama, bukan penampilan atau identitas luar.
Penampilan luar sering kali menipu. Kita mungkin terpesona oleh kecantikan atau kekayaan seseorang, namun itu tidak selalu mencerminkan karakter sejati orang tersebut. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Munafiqun ayat 4, “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras itu adalah untuk mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” Ayat ini mengingatkan kita bahwa penampilan yang menawan bisa menyembunyikan hati yang tidak tulus.
Menilai seseorang dari hatinya berarti kita harus belajar untuk memahami dan merasakan kehadiran jiwa yang tulus dan baik. Martin Luther King Jr., seorang pejuang hak asasi manusia di Amerika Serikat, pernah berkata, “I have a dream that my four little children will one day live in a nation where they will not be judged by the color of their skin, but by the content of their character.” King mengajarkan kita untuk melihat lebih jauh dari sekadar warna kulit atau penampilan luar, dan menilai seseorang berdasarkan karakter dan hati nuraninya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali terjebak dalam penilaian superfisial. Kita menilai orang dari cara mereka berpakaian, dari mobil yang mereka kendarai, atau dari rumah yang mereka tinggali. Padahal, apa yang tampak di luar sering kali menipu. Misalnya, seseorang yang berpakaian sederhana mungkin memiliki hati yang mulia dan penuh kasih sayang, sementara seseorang yang tampil glamor bisa jadi menyimpan niat yang tidak tulus.
Untuk dapat menilai seseorang dari hatinya, kita harus belajar untuk lebih peka dan empati. Nelson Mandela, seorang tokoh besar yang berjuang melawan apartheid di Afrika Selatan, pernah berkata, “As I walked out the door toward the gate that would lead to my freedom, I knew if I didn’t leave my bitterness and hatred behind, I’d still be in prison.” Mandela menunjukkan bahwa kebesaran hati dan kemampuan untuk memaafkan adalah penilaian sejati dari karakter seseorang.
Selain itu, kita juga harus belajar untuk tidak terburu-buru dalam menilai orang lain. Kita perlu memberi waktu untuk mengenal seseorang lebih dalam, untuk memahami motivasi dan nilai-nilai yang mereka pegang. Helen Keller, seorang penulis dan aktivis yang buta dan tuli, pernah berkata, “The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched – they must be felt with the heart.” Kata-kata Keller ini mengingatkan kita bahwa keindahan sejati dan nilai seseorang tidak bisa dilihat dengan mata, tetapi harus dirasakan dengan hati.
Dalam dunia yang sering kali terobsesi dengan penampilan luar, kita harus berani untuk melihat lebih dalam. Kita harus belajar untuk menilai orang dari hatinya, dari kebaikan yang mereka tunjukkan, dari ketulusan yang mereka miliki. Dengan demikian, kita dapat membangun hubungan yang lebih tulus dan bermakna, serta menciptakan masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih.
Kesimpulannya, kutipan “Jangan hanya menilai orang dari luarnya saja, tapi juga dari dalamnya. Karena penampilan bisa menipu, tapi hati tidak bisa berbohong,” mengandung pesan yang sangat relevan dalam kehidupan kita. Al-Quran, hadis, dan kata-kata bijak dari tokoh-tokoh besar mengajarkan kita bahwa penilaian sejati datang dari hati. Dalam menilai orang lain, kita harus berusaha untuk melihat ke dalam hati mereka, memahami karakter dan niat baik mereka, serta tidak terburu-buru menilai berdasarkan penampilan luar. Dengan demikian, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih tulus dan bermakna, serta membangun masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih.