Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adab adalah n kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak. Sedangkan ilmu adalah n pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Adab dan ilmu seperti dua gambar dalam satu uang koin yang mempunyai nilai, namun jika koin tersebut tidak mempunyai gambar dari salah satu dua sisi koin maka koin tersebut tidak mempunyai nilai dan tidak berharga. Seperti itulah analogi jika manusia yang berilmu tetapi tidak mempunyai adab dan manusia yang mempunyai adab namun tidak berilmu.
Akan tetapi kedua kata ini cara mendapatkannya sangatlah berbeda. Jika ilmu kita bisa tempuh dalam pendidikan formal ataupun pendidikan nonformal sedangkan adab tidak bisa didapat jika dengan teori-teori dalam dunia pendidikan saja, karena adab bisa didapatkan dengan cara meniru apa yang terdapat dalam lingkungannya (diajarkan dan dicontohkan).
Seiring dengan percepatan perkembangan zaman, adab mulai terkikis dan ilmu pengetahuan semakin berkembang. Akibatnya ilmu yang maju tidak berjalan sejajar dengan adab yang semakin memburuk. Bahkan di dalam dunia pendidikan formal terlihat pembiasan adab dengan dalih-dalih ramah kepada murid. Di zaman tahun 90-an atau awal 2000-an murid sangat sengan dengan guru. Contohnya adalah kita berjalan dan jalan yang kita lalui ada guru kita lebih baik kita mencari jalan lain atau berjalan membungkuk sesambil mengucap permisi pak atau bu. Diawal 2015-an adab sudah mengalami kemunduran, ramah yang tidak ada batasnya sehingga murid seenaknya saja bertindak saat jam pelajaran sampai-sampai muncul perlawanan murid kepada gurunya ketika diberi hukuman.
Tapi tetaplah bersyukur di Indonesia mempunyai banyak pondok pesanteren yang mengimbangi keduanya (adab dan ilmu). Bahkan mendahulukan adab di letakkan di atas ilmu pengetahuan. Peran adab dalam penuntut ilmu juga memiliki eksistensi yang tinggi, dalam sebuah maqolah yang di kutip lirboyo.net mengatakan: “Barangsiapa yang tidak memiliki adab, maka tidak memiliki pengetahuan”. Terlebih etika kepada guru harus tetap terjaga meskipun guru mengajar dengan kelembutan dan keramahan namun pencari ilmu tetaplah menjaga adabnya kepada gurunya. Sebgaian ungkapan dalam kitab Ta’limul Muta’alim: “Ketahuilah! Bahwa sesungguhnya seorang pelajar tidak akan mendapatkan ilmu dan tidak akan mendapatkan manfaatnya kecuali dengan mengagungkan imu dan ahlinya”.
Di dalam adab terdapat sifat kerendahan hati yang mengatur para pencari ilmu untuk tidak menyombongkan ilmunya di hadapan orang lain ataupun gurunya. Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin dikatakan: “Seyogyanya, kamu harus bertawadu’ kepada gurumu” dan disana juga dikatakan: “Ilmu tidak bisa diperoleh kecuali dengan kerendahan hati”. Sifat rendah hati dan adab yang baik ketika menuntut ilmu akan menjadikan ilmu yang didapatkan menjadi berkah dan bermanfaat di dunia dan akhirat.
Maka, tidak ada salahnya kita menguasi banyak ilmu sehingga menjadi ahli dibidang ilmu tersebut, namun kita juga harus sadar dari siapa ilmu tersebut kita dapatkan. Meskipun ilmu yang kita miliki lebih jauh tinggi dari ilmu guru kita yang mengajarkan ilmu dasar, kita tetap rendah hati dan menganggap derajat gurunya lebih tinggi. Memposisikan adab selalu di atas ilmu pengetahuan, dengan membuka adab maka ilmu pengetahuan akan mudah masuk ke diri kita (para pencari ilmu).