Pengantar
The Art of Allowing Joy and Enthusiasm
Dalam bukunya Psychogeometry, dr. Maria Montessori mempertimbangkan tantangan dalam mengajar geometri dan aritmatika. Maria tidak setuju dengan gagasan bahwa satu-satunya hal yang penting adalah guru harus memulai pembelajaran dengan pengetahuan yang konkret dan beralih ke abstrak–dengan memulai mempelajari apa yang mudah dan kemudian, sedikit demi sedikit, beralih ke studi yang lebih maju. Bukan hanya menemukan cara paling logis untuk mengajar, sehingga akan memecahkan masalah pengajaran matematika. Yang penting bagi Maria adalah siswa setuju untuk menerima pengetahuan itu dan mampu memperhatikan, atau dengan kata lain ‘tertarik’. Oleh karena itu, penting untuk menemukan kondisi yang diperlukan untuk membuka atau mengembangkan “the art of allowing joy and enthusiasm.” Dalam bab yang sama, Maria memperluas tantangan dalam mengajar dengan membahas konsep pemahaman: bagaimana pengetahuan bisa menjadi sesuatu yang aktif dan tidak hanya menyimpan sejumlah pengetahuan yang dipahami tanpa ada kaitannya dengan minat? Di sini sangat jelas bahwa Maria menunjukkan perbedaan antara manusia dan mesin. Dalam mempelajari sesuatu membutuhkan usaha, tapi tidak mungkin ada usaha jika tidak ada kaitannya dengan minat; di sisi lain, ketika seseorang tertarik, dia umumnya bersedia untuk berusaha keras dalam pekerjaan itu. Untuk menjadi tertarik, seorang anak harus memiliki kesempatan untuk membuat penemuan; pada saat yang sama, bagaimanapun, tidak mungkin untuk membuat teorema tanpa bahasa matematika yang tepat.
Di sisi lain, belajar adalah memanifestasikan diri melalui pengalaman di lingkungan; akibatnya, tindakan tubuh merupakan pusat dalam membentuk pengalaman dan persepsi tentang dunia di sekitar manusia. Teori perwujudan dalam hal ini memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan dengan melihat makna dan kognisi berakar dalam keberadaan fisik. Pikiran yang diwujudkan bukan hanya organ yang terletak dalam tubuh, melainkan juga pengalaman dan interaksi yang mendukung sistem berpikir manusia. Perwujudan dianggap sebagai tindakan dan persepsi yang didasarkan pada lingkungan fisik. Makna yang diwujudkan muncul melalui interaksi organisme-lingkungan di mana pola-pola signifikan ditandai dalam aliran pengalaman. Makna muncul saat manusia melibatkan kualitas situasi yang meresap dan mencatat perbedaan yang membuat pengalaman kita masuk akal dan membawanya ke depan. Arti, pengetahuan berhubungan dengan pengalaman masa lalu, sekarang, dan masa depan, aktual, atau mungkin.
Bagaimana kita sebagai guru, memberikan pengajaran yang menarik minat dan menghadirkan pengalaman ke dalam kelas yang sempit? Bagaimana menyingkirkan meja-kursi? Bagaimana menjawab kritik dalam puisi WS Rendra tentang papan tulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan? Saya rasa kita perlu membawa objek pembelajaran yang hidup, ke dalam sebuah kelas yang yang mati. Ekosistem belajar adalah komponen penting yang seringkali ditinggalkan, kita terlalu sibuk dengan membenahi sistem. Yang perlu menjadi perhatian pertama kita dalam pendidikan adalah mencari tahu kodrat alamiah apa yang ada dalam diri anak. Dan, semua itu hampir tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan dari orang tua.
Merdeka belajar sebagai angin segar kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, telah menyita banyak perhatian. Kebutuhan individu dalam memperoleh keterampilan memecahkan masalah, inovatif, dan kolaboratif menyebabkan munculnya disiplin baru dalam pendidikan yang menghubungkan instruksi individual dan personalisasi, pembelajaran mandiri, aktif, dan berpusat pada siswa. Meskipun istilah-istilah ini cenderung sudah umum dengan implikasi yang luas, beberapa di antaranya digunakan dalam membangun merdeka belajar. Jika kita menelusuri sejarah, akar atau DNA merdeka belajar sudah pernah ada sebelumnya. Pada awal abad ke-17 dan ke-18, pendidik seperti Comenius, Rousseau, Pestalozzi, dan Frobel berusaha untuk menggambarkan pengetahuan sebagai dinamis, memperhatikan pertumbuhan pribadi, sifat manusia yang fleksibel, serta peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Dewey (1896) dalam sekolah laboratoriumnya, membuat kurikulum yang mendorong siswa memulai belajar dari apa yang menarik minat mereka dan kemudian beralih ke topik akademik yang lebih formal berkaitan dengan minat anak itu sendiri.
Tahun 1907, Maria Montessori berhasil menaklukkan seluruh Eropa dengan menghapus metode klasikal dan mengajak anak belajar sesuai dengan minat masing-masing. Maria selalu menitik beratkan pada pengajaran yang memberikan kemerdekaan yang dengan sendirinya akan menumbuhkan disiplin pada jiwa anak. Lebih dekat lagi, Ki Hadjar Dewantara pernah memproklamirkan pendidikan jiwa merdeka dan kodrat alam. Selama ini, kita hanya mengenal Ki Hadjar sebagai kata-kata bijak. Jauh daripada itu, pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan telah memprediksi kebutuhan pendidikan sampai dengan saat ini. Cikal bakal Sistem terbangun sejalan dengan usaha Ki Hadjar Dewantara bersama komunitas Selasa-Kliwon dalam mewujudkan pendidikan yang menganjurkan kebebasan untuk melawan ordonansi sekolah liar pada masa itu. Usaha pendidikan jiwa merdeka menganggap bahwa seseorang yang menghasilkan karya dengan tangan sendiri lebih tinggi nilainya daripada seseorang yang telah menjiplak pikiran orang lain.
Sistem Among yang berjiwa kekeluargaan dengan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan tersebut, sedikit banyak dipengaruhi oleh pemikiran Pestalozzi, Frobel, dan juga Maria Montessori. Merdeka menurut Ki Hadjar adalah; hidup tidak terperintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Dalam mencapai kemerdekaan tersebut, Ki Hadjar menyusun 7 asas yang perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan. Asas Sistem Among menekankan dasar kemerdekaan setiap orang untuk mengatur dirinya sendiri agar merdeka pikir, rasa, dan karsanya. Termasuk kodrat alam di mana kemajuan belajar berjalan secara kodrati dan orisinil. Sayangnya, nilai-nilai luhur tersebut belum menjadi sistem yang mapan untuk diterjemahkan dalam pengelolaan sistem pendidikan. Dari sini, saya mencoba merekonstruksi Sistem Among. Inspirasi ini saya dapatkan saat melakukan penelitian pada salah satu sekolah alternatif yang memiliki ideologi sama dengan Ki Hadjar Dewantara. Kenapa saya tidak pergi ke Taman Siswa?
Fakta bahwa Taman Siswa (TS) tidak lagi dijiwai oleh pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara pernah menjadi topik penelitian LIPI. Masalah ini muncul saat sebagian besar elit TS maupun tatanannya terpecah dua: menjadi birokrat atau bekerja pada kementerian pendidikan dan kebudayaan khususnya, sedangkan sebagian lainnya sebagai pandita murni. Hal ini menimbulkan sikap yang mendua pada tubuh TS. Hijrahnya tenaga-tenaga pandita ke pemerintahan itu mengurangi tenaga kreatif di bidang politik dan organisasi dalam TS. Sementara itu, kelompok yang tidak ingin terlibat dalam politik, mempunyai kendala untuk memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemerintah, dengan demikian menimbulkan sikap mendua.
Dua kaki ini juga kemudian menemui masalah lain seperti untuk menjawab masalah bagaimana bentuk, isi, dan warna TS berhadapan dengan apa yang dimiliki pemerintah maupun aturan-aturan subsidi yang diberikan. Hal ini bertentangan dengan asas non-cooperative yang dijunjung oleh TS. kendati pertemuan pertama majelis luhur menerima subsidi dari pemerintah dengan segala aturannya, namun setelah beberapa lama perjalanan dirasakan mengikat kebebasan, sehingga TS menekankan bahwa karena peran historisnya, maka TS berhak tetap memperoleh kebebasan untuk tidak mengikuti persyaratan yang ditetapkan oleh kementerian. Tentu saja pandangan itu ditolak oleh birokrat. Selain itu, berbagai masalah lain muncul membuat TS kebingungan tentang peran baru seperti apa yang harus dimainkan TS di masa kemerdekaan. Hal ini mengilhami bahwa kemerdekaan memang di bangun atasa dasar berdiri tegak atas kekuatan sendiri.
Demikian proses pendidikan tidak hanya terletak pada proses pembelajaran saja tetapi juga secara holistik menyangkut prinsip-prinsip komunitas atau lembaga yang didirikan sehingga akan mempengaruhi segala sistem sekaligus ekosistem yang berjalan di dalamnya. Hal ini akan berkaitan dengan landasan baik secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang dipegang oleh sebuah lembaga pendidikan. Kali ini saya akan mencoba membuat jembatan bagi dunia ide di masa lalu dengan praktik yang bisa dilakukan di masa sekarang. Tulisan saya ini terinspirasi oleh sebuah sekolah dengan pematang sawah sebagai jalan masuk. Sekolah alternatif yang menjunjung tinggi kodrat alamiah anak, Sanggar Anak Alam.
Deskripsi Buku
FILL THE CLASSROOM WITH LIFE
Mendidik Jiwa Merdeka
Penulis: Habibah Pidi Rohmatu
ISBN: 978-602-5653-3-0
Penyunting: Ali Adhim
Perancang Sampul: Fitra Ulinuha
Tata Letak: Inayatur Rizqiyah
Penerbit:
Dawuh Guru
CV. Belibis Pustaka Group
Redaksi:
Jl. Tambora RT 01 RW 04 Kalipang Sugio Lamongan 62256
Telp. : 08983399493
Email: dawuhguru@gmail.com
Website: www.dawuhguru.com
Cetakan Pertama, Desember 2021
xii + 134 hlm ; 13 x 19 cm