KH Moch Faqih adalah putra keempat K.H. Abdul Djabbar. Ia memimpin Pesantren Maskumambang mulai tahun 1325H. sampai 1353 H. Ia seorang ulama besar yang terkenal di pulau Jawa, bahkan sampai keluar Jawa. Ia ahli dalam bidang Ilmu Tafsir, Tauhid, Fiqih, Nahwu dan Balaghah, Mantiq, Ushul Fiqih dan lain-lain. Ia sangat aktif dalam mengajar. Ia juga menulis beberapa buku. Salah satu buku karya beliau yang masih dapat dibaca adalah “Al-Mandzumah Al-Dailah fi Awaili Al-Asyhur Al-Qamariyah” yang berisi tentang ilmu falaq [astronomi].Buku yang terdiri dari dua teks, yakni teks. pertama berupa nadzam, sedang teks kedua berisi natsar (prosa).ini ditemukan pada koleksi K.H. Abdul Hadi (pengasuh Pondok Pesantren Langitan tahun 1921-1971), sebagai salah satu buku yang diajarkan kepada beliau ketika belajar kepada K.H. Faqih Maskumambang pada tahun 1930.
Dalam buku karangan beliau yang berjudul “Menolak Wahabi”, ada keterangan tentang biodata beliau, di situ tertulis Muhammad Faqih Maskumambang adalah anak ke 4 dari pasangan Abdul Jabbar dan Nyai Nursimah. Beliau lahir sekitar tahun 1857 M di komplek Pesantren Maskumambang di desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Dilihat dari garis keturunannya, Muhammad Faqih Maskumambang masih tergolong darah biru, baik dari ayah ataupun ibunya. Ayahnya, yaitu Abdul Jabbar masih keturunan Sultan Hadiwijaya –atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jaka Tingkir– yang nasabnya bersambung hingga ke salah satu walisongo, yaitu Sunan Giri. Ibunya, Nyai Nursimah adalah seorang putri dari Kiai Idris, Kebondalem, Bojonegoro.
Semasa hidupnya, Muhammad Faqih Maskumambang pernah menikah sebanyak 3 kali. Pernikahan beliau yang pertama dengan Nur Khodijah, putri dari Kiai Muhammad Achyat Kebondalem Surabaya. Dari pernikahannya yang pertama, beliau memiliki 9 anak yaitu Abdullah, Abdul Hamid, Moh Hasan, Ammar, Atqon, Mochtar, Nyai Solichah, Yahya, Ahmad Zayadi dan Jabal Rahmat. Pernikahan kedua beliau dengan putri bernama Fatimah. Bersama Fatimah, beliau tidak memiliki keturunan. Sedangkan pernikahan ketiga beliau adalah dengan seseorang bernama Sribanun. Dalam pernikahan ini beliau dikaruniai 5 orang anak. Mereka yaitu Djamilah, Abdul Mughni, Ghonimah, Muwaffaq, dan Husnul Aqib Suminto.
Sejak kecil Muhammad Faqih Maskumambang sudah terbiasa belajar sendiri dengan ayahnya, Abdul Djabbar. Beliau banyak mempelajari ilmu agama kepada ayahnya. Ayah beliau terkenal sebagai pendiri sekaligus pengasuh pesantren Maskumambang. Dijelaskan dalam buku karya Nuruddin bahwa sebelum meninggal dunia, sang ayah telah mewasiatkan kepada putra-putrinya agar kelak yang menjadi pemangku dan penerus perjuangannya adalah Muhammad Faqih Maskumambang. Oleh karena itu setelah menginjak remaja, Muhammad Faqih Maskumambang kemudian dipersilahkan oleh ayahnya untuk mendalami ilmu agama pada Kiai Ahmad Soleh, Pengasuh Pondok Pesantren Langitan di Tuban, Jawa Timur, yang saat itu terkenal dengan ilmu fiqhnya. Pada saat nyantri ke Kiai ahmad Soleh Muhammad Faqih Maskumambang dibekali Alquran tulisan tangan ayahnya.
Setelah 3 tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Langitan, Muhammad Faqih Maskumambang melanjutkan belajarnya ke Pondok Pesantren Kebondalem Surabaya. Sepulang dari Surabaya beliau kembali menuntut ilmu ke Pondok Pesantren Ngelom Sepanjang di Sidoarjo. Lalu berlanjut ke pondok pesantren yang diasuh oleh Kiai Sholeh Tsani yaitu Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah Gresik. Selesai mendalami ilmu di daerah Jawa, Muhammad Faqih Maskumambang menunaikan ibadah haji sambil belajar di Makkah selama 3 tahun. Kemudian kembali pulang ke Maskumambang dan membantu ayahnya untuk mengajar di Pondok Pesantren Maskumambang Dukun Gresik.
Segala sesuatu yang berumur pastilah akan menemui akhir dari umur itu sendiri. Begitulah yang terjadai pada KH. Faqih Maskumambang, beliau menutup usia pada tahun 1937 M. bertepatan dengan tahun 1353 H. K.H. Moch. Faqih berpulang ke Rahmatullah dalam usia 80 tahun.