Opini  

Berpuasa di Setiap Ibadah


Notice: Trying to get property 'post_excerpt' of non-object in /home/dawuhgur/domains/dawuhguru.co.id/public_html/wp-content/themes/wpberita/template-parts/content-single.php on line 98

Hampir seluruh umat muslim di seantero dunia ini mengerti tentang 5 rukun Islam. Tak banyak dari seorang muslim yang tidak menghafalkan. Dan mungkin tak sedikit juga yang hanya menghafal, tanpa memaknai arti hakiki dari setiap esensinya. Rukun Islam akan selalu menjadi fondasi utama dalam setiap ibadah. Anak usia dini-pun sudah menghafal dengan lancar, karena ini akan menjadi suatu pedoman hingga akhir hayat-nya, dan menjadi suatu kelangsungan hidup bagi generasi – generasi selanjutnya.

Dari Abdullah Ibnu Umar. RA, agama Islam dibangun atas 5 perkara, yaitu syahadat atau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, lalu mendirikan shalat, membayar zakat, haji dan yang terakhir adalah berpuasa di bulan Ramadhan.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله ﷺ: بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Dari Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Islam dibangun di atas 5 syahadat Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, puasa ramadhan.

Tetapi, ada suatu kejanggalan saat kita mengurutkan rukun Islam yang telah dipelajari, sejak kita berusia dini. Bukankah, seharusnya ibadah puasa adalah rukun Islam yang ke-3? Tapi, mengapa dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Umar berada di akhir dari urutan rukun Islam.

Baiklah, mari kita menelaah sejenak.

Jika kita artikan secara bahasa. Puasa secara umum berarti menahan. Bukan hanya menahan lapar dan haus, tapi juga harus menahan diri dari segala nafsu. Nafsu angkara, nafsu syahwat, dan lain sebagainya. Kembali fokus pada arti menahan, bahwa ada hubungan erat sikap menahan dengan serangkaian aktifitas ibadah untuk menyembah Rabb-nya. Puasa, ternyata bukan hanya tentang menahan diri dari lapar dan haus. Puasa juga menahan diri dari segala kenikmatan yang sebenarnya harus kita sisihkan dan luangkan saat beribadah.

Baca Juga  Menulis, Tradisi Intelektual Santri

Puasa memang selalu berada dalam setiap esensi ibadah. Jika kita berpuasa saat syahadat, rukun Islam yang pertama. Kita sebagai muslim, harus bisa menahan diri untuk mengakui ke-aku-an dalam diri. Agar kita tak selalu menganggap diri kita satu – satunya, seakan kita menuhankan diri kita sendiri. Menganggap diri kita orang yang paling benar dan menomorsatukan. Kita harus selalu bisa menahan diri untuk bisa melarang diri hingga akhirnya kita tidak menduakan Allah, satu – satunya Tuhan, dan Muhammad menjadi utusan Allah.

Jika kita sudah bisa mengalahkan nafsu diri kita untuk tidak menduakan-Nya. Asas dari serangkaian seluruh ibadah dan apa yang harus kita amalkan, maka selanjutnya adalah shalat. Sama halnya dengan syahadat, tentu dalam ibadah shalat ada sikap menahan, yaitu menahan diri untuk berfoya – foya dengan waktu, belajar untuk meluangkan beberapa saat agar meninggalkan kenikmatan dunia sejenak untuk bertatap dengan Allah, bersikap khudlu’ dan khusyu’ seakan kita tak mempunyai apa – apa, selalu melahirkan sikap serendah – rendahnya diri di hadapan Allah. Bahwa kita tidak pernah bernilai apa – apa tanpa adanya Allah SWT. Dalam ibadah shalat, hanya tuhan dan makhluk-Nya yang mengetahui apa yang dibincangkan, tanpa ada orang di luar dirinya mencampuri tangan-Nya.

Ibadah selanjutnya, adalah zakat. Sehubungan dengan harta, apa yang selalu kita jadikan sebuah kepemilikan di dunia yang fana ini. Dengan zakat, kita belajar untuk menahan diri dari sifat rakus, tamak, haus dengan gelimang harta. Belajar untuk memaknai, bahwa harta yang kita genggam saat ini adalah titipan semata, bukan untuk kita miliki selamanya. Tidak ada harta yang bisa kita bawa mati, selain harta itu membawa kita pada suatu keimanan dan menjadi amal – amal yang shalih.

Baca Juga  Secangkir Kopi Merubah Segalanya

Sebelum membahas topik dari pembahasan kita saat ini, kita memaknai dahulu ibadah haji. Jika dalam rukun Islam yang selama ini kita pelajari, haji menjadi puncak dari serangkaian ibadah utama seorang muslim, lain dengan pembahasan kita saat ini. Pengertian haji sevara bahasa adalah berkunjung ke tempat yang agung. Secara istilah, haji berarti berziarah ke tempat tertentu pada waktu – waktu tertentu untuk melakukan amalan – amalan tertentu dengan niat ibadah. Memaknai puasa dalam ibadah haji, kita melatih diri untuk tidak meluangkan separuh tenaga, biaya, harkat dan martabat di hadapan Allah SWT. Haji tidaklah menjadi amalan wajib, bagi setiap muslim. Haji hanya dapat dilakukan, bagi siapapun yang mampu dalam urusan tenaga, biaya, ataupun usaha. Dalam beribadah haji, semua akan selalu dianggap sama dihadapan Allah; baik itu laki – laki, atau perempuan, kaya atau miskin, yang mempunyai jabatan atau tidak. Semua hanyalah hamba Allah yang berkumpul di depan ka’bah dengan menggunakan kain putih, membalut tubuhnya.

Dari sini, kita mendapatkan suatu penjelasan singkat. Inti dari semua penjelasan diatas adalah, semua ibadah baik yang termaktub dalam rukun Islam ataupun tidak selalu mempunyai hubungan erat satu sama lain. Jika kita melakukan serangkaian ibadah tanpa memaknainya, maka sama halnya kita melakukannya tanpa ruh yang mendasarinya. Syahadat adalah dasar, dan pokok utama yang harus kita fahami, baik lafdziy atau ma’nawi. Tanpa syahadat, kita semua tak akan pernah bisa melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji. Tapi puasa, akan selalu menjadi esensi utama dalam menjalankan seluruh ibadah. Menahan dari segala kenikmatan duniawi, yang sepatutnya kita bisa persembahkan kepada Allah SWT.

Baca Juga  Gus Muwafiq dan Dakwahnya di Ruang Virtual

Sesungguhnya, penjelasan tentang ibadah mahdlah tidak akan pernah bisa dijelaskan dengan penjelasan yang begitu singkat seperti di atas. Dalam setiap rincinya selalu ada pendekatan masing – masing, agar dapat menjiwai sebuah tirakat, mempererat hubungan antara hubungan Allah dengan hambanya masing – masing. Rasanya perlu, setiap dari kita terpanggil untuk mendalami dan memaknai. Agar kita semua selalu bisa kembali kepada Allah dengan pengabdian diri sebagai ibaadullah, diciptakan untuk selalu beribadah kepada Maha dari segala Maha di semesta ini.

 

Tinggalkan Balasan