Arti Zakat Fitrah Menurut Bahasa Adalah

Arti Zakat Fitrah Menurut Bahasa Adalah

Arti Zakat Fitrah Menurut Bahasa Adalah tumbuh dan berkembang. Arti zakat fitrah menurut bahasa adalah tumbuh dan berkembang. Mengutip dari Buku Pintar Panduan Lengkap Ibadah Muslimah, zakat berasal dari kata dasar zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan fitrah itu sendiri secara bahasa berarti suci. Zakat fitrah (zakat al-fitr) merupakan ibadah yang wajib ditunaikan bagi setiap muslim yang mampu. Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS menyatakan bahwa zakat fitrah merupakan zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa muslim baik lelaki maupun perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan pada Idul Fitri. Sebagaimana hadis Ibnu Umar ra, yang artinya:

“Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR Bukhari Muslim)

Sedangkan arti zakat fitrah menurut istilah syara’ yaitu sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik). Zakat fitrah juga dapat diartikan sebagai sebuah ibadah tersendiri yang dilaksanakan untuk mengakhiri bulan Ramadhan.

Pelaksanakan zakat fitrah memiliki tujuan diantaranya sebagai bentuk pemberian orang yang memiliki kelebihan harta dalam hidupnya kepada orang-orang miskin. Selain itu, zakat fitrah juga bertujuan sebagai bentuk pembersihan hati selama menjalankan ibadah puasa dari segala macam yang merusaknya. Karena selama bulan Ramadhan bisa saja ibadah puasa kita tercemari oleh sifat sifat tercela, baik itu yang disengaja maupun tidak. Maka dari itu, untuk menyambut hari kemenangan, umat muslim diwajibkan untuk berzakat fitrah untuk membantu membersihkan amalan buruk selama menjalani ibadah di bulan suci ramadhan.

Baca Juga  Fiqh Dinamis: Yusuf al-Qaradawi dan Tantangan Hukum Islam di Era Teknologi

Hal tersebut sejalan dengan apa yang dituntunkan oleh Rasulullah Saw mengenai tujuan serta kewajiban zakat fitrah, bahwasanya beliau bersabda, yang artinya:  “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih orang yang puasa dari kesia-siaan perbuatan dan dari kata-kata kotor, serta sebagai pemberian makan bagi orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Zakat fitrah merupakan kewajiban atas diri setiap individu baik itu laki-laki maupun perempuan muslim yang berkemampuan sesuai syarat-syarat yang ditetapkan. Dalam Kitab An Nihayah, Ibnul Atsir berkata bahwa zakat fitrah (fithr) adalah suatu ibadah untuk menyucikan badan. Sedangkan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani mengutip perkataannya Abu Nu’aim bahwasanya disandarkannya sedekah kepada fithr (berbuka) disebabkan karena wajibnya untuk berbuka dari bulan Ramadan.

Ibnu Qutaibah menambahkan bahwa yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah zakat jiwa. Istilah itu diambil dari kata fitrah yang merupakan asal dari kejadian. Pendapat ini kemudian dilemahkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan yang benar adalah pendapat yang pertama. (lihat Fathul Baari 3:367).

Sabda Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat Fithr (fitrah) satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum kepada budak atau yang merdeka, laki-laki atau perempuan anak kecil ataupun dewasa dari kaum muslimin dan Beliau menyuruh untuk dibayar sebelum manusia keluar untuk salat Id.” (HR. Bukhari Kitab Zakat 3:367 no. 1503 dari hadis Ibnu Umar)

 

Ibadah Zakat terdapat di dalam Rukun

 

Ibadah zakat terdapat di dalam rukun Islam yang ketiga. Begitu pentingnya zakat sehingga Allah menempatkan zakat sebagai salah satu rukun seorang menjadi muslim setelah ia melaksanakan syahadat dan sholat. Ibadah zakat menjadi sebuah keharusan sehingga kita wajib menunaikan zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal. Setiap muslim yang sudah memenuhi syarat untuk berzakat wajib menunaikan zakat. Selain untuk mensucikan jiwa setelah menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, zakat juga berfungsi untuk mensucikan harta benda yang sudah kita dapatkan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw yang artinya:

Baca Juga  Hukum Aqiqah Melalui Jasa Aqiqah

“Bentengilah harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit dari kalian dengan sedekah, siapkanlah doa untuk bala bencana.” (Diriwayatkan Abu Dawud dalam bentuk mursal dari al-Hasan).

Zakat fitrah juga dapat dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu. Dengan berzakat maka kita juga memberi rasa kebahagiaan dan kemenangan. Sehingga hari raya dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin yang serba kekurangan.

 

Zakat fitrah berapa kg?

 

Zakat Fitrah Berapa Kg. Adapun besaran zakat fitrah, dijelaskan oleh Rasulullah dalam sebuah hadis yang mengatakan:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, untuk lelaki dan wanita, orang merdeka maupun budak, berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.” (HR. Bukhari 1511 dan Muslim 2327).

Dalam hadit lain, dari Abu Said Al Khudzri radliallahu ‘anhu,

“Dulu kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ keju atau stu sha’ anggur.” (HR. Bukhari 1506 & Muslim 2330).

Dalam hadis lain, Rasulullah Saw juga bersabda:

“Rasulullah Saw telah memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslim dan beliau menyuruh agar dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat idul Fitri.” (Muttafaqun ‘alaih).

Dengan demikian, secara tegas disebutkan bahwa kadar zakat fitrah adalah satu sha’ bahan makanan. Adapun satu sha’ apabila kita kalkulasikan maka sama dengan empat mud. Dan satu mud kurang lebih sekitar 0,6 kg.

Jadi satu sha’ sebanding dengan 4 x 0,6 kg, yakni 2,4 kg. Atau jika dibulatkan maka menjadi 2,5 kg. Beberapa jenis makanan yang wajib dikeluarkan sebagai alat pembayaran zakat fitrah yaitu bisa dalam bentuk:

  • Tepung
  • Terigu
  • Kurma
  • Gandum
  • Aqith (sejenis keju)
  • Kismis (anggur kering)
Baca Juga  Cara Mengqodho Sholat Maghrib di Waktu Isya

Selain yang telah disebutkan di atas, mazhab Imam Maliki dan Imam Syafii memperbolehkan makanan pokok yang lain seperti beras, jagung, sagu ataupun ubi. Madzhab tersebut memperbolehkan makanan lain sebagai alat pembayaran, apabila dalam daerah tempat tinggal tersebut tidak ada makanan pokok seperti yang telah disebutkan di atas.

 

Tinggalkan Balasan