Cerpen  

Ali Sopan Anak Jalanan

Oleh: Ramdhani Sastra Negara

Wajah kota Jakarta semakin hari, semakin meyakinkan warganya. Gedung-gedung menawan buah karya indah dari para “pemahat” hebat menjadi riasan tata kota yang mempesona. “Ali Sopan Anak Jalanan,” begitu sapaan akrabnya. Ali lelaki masa kini yang senang mengenakan jaket kulit ‘belel’, merupakan seorang fotografer dan bekerja  sebagai tim kreatif di perusahaan advertising ternama.

Genap enam tahun sudah Ali menjalani kehidupan sebagai seorang bujang. Selain gemar memotret, Ali juga menyukai otomotif. Vespa berwarna kuning, menjadi motor kesayangannya. Ali lelaki berambut gondrong ini senang bergaul, teman-temannya beragam latar-belakang profesi, salah satu sahabatnya Boim, kebetulan seorang jurnalis di media online. Ali dan Boim bersahabat sedari masih di SMA.

“Aku berjalan gontai sembari mengisap rokok ketek”, pancaran sinaran bulan menjadi semacam “kompas” yang menuntun gerak langkahku. Terbesit dalam benak, bagaimana kalau ada ‘Kata Yang Hilang Dari Kota’ sebesar ini?” gumamku.

Semilir hembusan angin seakan menghalangi langkahku. Aku ingin sekali menyeburkan diri ke sungai yang berada di dekat sebuah stasiun kota. Sungai yang dahulu dipenuhi sampah-sampah limbah rumah-tangga, kini mengalir bersih. Pantulan cahaya lampu kota menambah suasana menjadi lebih romantis sekali pun isi dompetku hanya selembar seratus rupiah saja.

“Kekasih, betapa pilunya merindukanmu dalam keadaan serba pas-pas’an begini”, ujar Ali santai sembari dia memandangi potret Dawiyah kekasihnya di-HP yang layar screen-nya terbelah menjadi dua. “Tetapi… semoga cintaku tak terbagi dua”, canda Ali lalu mengenakan jaket kulitnya untuk bergegas menuju ke rumah, dengan vespa kesayangannya itu Ali tancap gas.

Ruang kamar Ali yang berada di lantai dua menjadi persinggahannya untuk merebahkan diri setelah seharian lelah bekerja. Ali punya kebiasaan sebelum tidur membaca sebuah buku, buku favoritnya adalah karya novel dari penulis perempuan ternama. Buku novel fiksi bergenre metro pop sudah dia baca berkali-kali namun selalu membuatnya terkesima.

Baca Juga  Takdir Lain di dalam Secangkir Kopi Terakhir

Ali bermimpi kalau mungkin di kemudian hari, dia dapat memahat kalimat yang menjadi kumpulan cerita novel yang sarat dengan nasehat. Ali kembali merenung sembari menaruh buku novel di samping bahu sisinya, “Andaikata di kota megapolitan ini kehidupan sehari-hari kita kehilangan kata “Teladan”?, lalu siapakah yang menuntun kita menuju masa depan?.” pikirnya.

Betapapun kondisi moral di era serba digital sudah memasuki ranah yang berbahaya, karena dimana-mana semua orang boleh berbicara dan memposting informasi apa saja. Seakan-akan semua pihak menjadi seorang pakar komunikasi. Namun bagi Ali, semestinya ada semacam “Thinking Before Posting” agar setiap pengguna sosial media tak mengejar kata Viral semata.

“Sosial-Mediamu itulah dakwahmu” begitulah bunyi status di laman sosial Instagram bernama @AliSopanAnakJalanan.GasKeun

Tangeran Selatan, 21 September 2021.

Tinggalkan Balasan